Perusda AKU Klaim Punya Saham di Anak Usaha Toba Grup

- Jumat, 2 April 2021 | 21:00 WIB
-
-

SAMARINDA–Penyertaan modal di perusahaan daerah PT Agro Kaltim Utama (AKU) sepanjang 2003–2014 tak bisa sepenuhnya dianggap total loss. PT AKU sempat menyetor dividen ke Pemprov Kaltim Rp 3,2 miliar. Ditambah, perseroan daerah itu juga memiliki saham 5 persen di PT Perkebunan Kaltim Utama (PKU) I, perusahaan patungan bersama PT Toba Bara Grup milik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Ini dituangkan dalam pembelaan atau pledoi Yanuar dan Nuriyanto, dua terdakwa korupsi penyertaan modal PT AKU dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda (1/4). “Di PT PKU I ini, ada saham lima persen senilai Rp 8 miliar. Dan saat ini, perusahaan tersebut memiliki kebun sawit seluas 3.500 hektare. Serta pabrik kelapa sawit berkapasitas 70 ton per jam,” ucap tim kuasa hukum kedua terdakwa, Supiatno, Wasti, dan Marpen Sinaga membaca. Dari pledoi setebal 59 lembar yang dibaca bergantian ketiganya, PT PKU I berpedoman hasil audit akuntan publik 2014.

Yakni memiliki aset senilai Rp 183,6 miliar atau ekuivalen dari saham 5 persen milik PT AKU, maka setara Rp 9,1 miliar. “Dan saham itu berbentuk golden share,” sambung Supiatno. Dengan demikian, lanjut dia, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menilai muncul kerugian negara sebesar modal yang diberikan pemprov pada 2003-2014, sebesar Rp 27 miliar plus laba dari kerja sama dengan sembilan perusahaan yang masih berupa piutang senilai Rp 2,7 miliar, dianggap tak tepat diterapkan. Mestinya, total kerugian menyusut dengan dividen yang diberikan direksi PT AKU sebesar Rp 3,2 miliar.

Selain itu, ucap tim kuasa hukum kedua terdakwa membaca pledoi, penilaian JPU jika Yanuar dan Nuriyanto memperkaya diri sendiri, perlu dilihat lebih bijak lagi oleh majelis hakim. Sepanjang persidangan, JPU tak pernah membuktikan seperti apa bentuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang disangkakan. Kerugian negara harusnya dibebankan berdasar besaran uang negara yang dinikmati para terdakwa secara riil. Namun, dalam tuntutan JPU, justru membagi dua kerugian total loss itu menjadi uang pengganti yang dibebankan ke terdakwa. “Realitasnya dari sembilan kerja sama itu masih berupa piutang yang dapat ditagih,” lanjut Wasti membaca.

Sebelumnya, pada sidang 23 Maret lalu, kedua terdakwa ini dituntut JPU Agus dan Rosnaeni Ulva masing-masing selama 15 tahun pidana penjara dengan denda senilai Rp 500 juta subsider enam bulan pidana kurungan. Kerugian negara sebesar Rp 29,7 miliar yang berasal dari penyertaan modal Rp 27 miliar dan laba usaha Rp 2,7 miliar dibebankan ke Yanuar dan Nuriyanto, masing-masing sebesar Rp 14,873 miliar. Jika uang pengganti ini tak dilunasi paling lambat 30 hari sejak putusan dinyatakan inkrah, diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan.

Kembali ke persidangan yang dipimpin Hongkun Otoh bersama Lucius Sunarto dan Arwin Kusumanta. Tim kuasa hukum kedua terdakwa juga menilai unsur melakukan, atau turut serta melakukan yang disangkakan dalam tuntutan lewat Pasal 2 UU 31/1999, yang diperbarui dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, tak bisa dibuktikan secara utuh. “Karena itu, kami meminta majelis hakim kedua terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan dan dakwaan,” kata Supiatno.

Selain tim kuasa hukum, kedua terdakwa juga menyampaikan pembelaan pribadi. Kedua terdakwa menyebutkan sudah berupaya selama menjabat. Yanuar sebagai direktur utama dan Nuriyanto selaku direktur umum PT AKU mengklaim sudah berusaha menagih seluruh piutang sepanjang 2014-2019. Pun demikian keduanya juga mengurai ke mana saja penggunaan penyertaan modal tersebut selama dirinya dan Nuriyanto menjabat. Ada akumulasi pendapatan asli daerah (PAD) senilai Rp 3,2 miliar, operasional dan gaji pegawai 2004-2013 sebesar Rp 12,3 miliar, pajak badan usaha Rp 811 juta, dan biaya membuat perusahaan patungan dengan PT PKU I  dengan kepemilikan saham 5 persen.

Yanuar, dalam pembelaan pribadinya, pun melampirkan beberapa dokumen. Di antaranya, rincian PAD yang disetor 2004-2013, izin lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit di Desa Teluk Dalam, Muara Jawa, Kutai Kartanegara, hingga rekomendasi DPRD Kaltim untuk pendirian pabrik kelapa sawit bernomor 160/230/HK/X/2012 yang ditandatangani ketua DPRD Kaltim kala itu, Mukmin Faisal.

Sementara itu, JPU Rosnaeni dan Agus mengajukan replik atau tanggapan atas pledoi itu secara lisan. Kedua beskal asal Kejati Kaltim itu menilai mereka tetap mengacu pada tuntutan yang diajukan pekan lalu. Ketua majelis hakim Hongkun Otoh mengagendakan ulang persidangan akan kembali digelar pada 8 April mendatang dengan agenda pembacaan putusan. (ryu/riz/k16)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X