Anggaran Rp 171,5 Miliar Mengambang, Gara-Gara Aturan, Tiga Tahun Mangrove Tak Bisa Direhabilitasi

- Jumat, 2 April 2021 | 21:01 WIB
ilustrasi mangrove
ilustrasi mangrove

SAMARINDA-Upaya rehabilitasi mangrove terganjal aturan. Padahal, Kaltim masuk tiga provinsi di Indonesia yang diproyeksikan melakukan rehabilitasi mangrove dengan dana bagi hasil dana reboisasi (DBH DR). Berdasarkan Perpres 113/2020, Kaltim mendapat DBH DR 2021 sebesar Rp 171,5 miliar.

Tetapi sayang, dana tersebut belum bisa dipakai karena aturan yang belum sinkron. Padahal, 27,2 ribu hektare mangrove di Kaltim sudah di ambang kritis. Asisten II Pemprov Kaltim Abu Helmi mengatakan, ada beberapa hambatan, sehingga rehabilitasi mangrove dari DBH DR kurang terealisasi. "Sudah 3 tahun hambatannya. Jadi, perlu diskusi buat solusi, biar bisa kami bisa mulai tahun ini," jelas Abu dalam rapat dengan lintas kementerian, Kamis (1/4). Dalam rapat itu, Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Lahan Dinas Kehutanan Kaltim Joko Istanto mengatakan, peraturan menteri kehutanan (PMK) dan Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) belum sinkron.

Joko menjelaskan, pemerintah daerah harus menyesuaikan program dengan sistem informasi pemerintah daerah (SIPD). Namun, dalam SIPD tidak terdapat rehabilitasi mangrove.

"Di SIPD tidak ada rehabilitasi mangrove. Kalau ambil KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem) beda roh dengan rehabilitasi mangrove. Kami sudah diskusi hal ini. Dana cukup besar, tapi enggak bisa realisasi," beber Joko. Sebab, jika mereka memaksakan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dengan peraturan yang ada, bisa berisiko masalah di kemudian hari.

"Mohon maaf kami pemprov (Kaltim) ditekan DBH DR. Namun, enggak semua program ada di SIPD. Kami harap ada penambahan ini ke SIPD. Info terakhir ada pemutakhiran soal nomenklatur. Kami sudah alokasi dana untuk mangrove. Cuma belum ada kepastian hukum. Kami tunggu SE (surat edaran) untuk bisa buat anggaran," ungkapnya. Padahal, lanjut Joko, jika kegiatan bisa dilakukan, ada banyak wilayah mangrove di Kaltim yang memerlukan rehabilitasi. Baik di Penajam Paser Utara maupun Kutai Kartanegara. Salah satu titik mangrove besar di Kutai Kartanegara adalah kawasan Delta Mahakam.

Rehabilitasi mangrove di Delta Mahakam ini akan berdampingan dengan upaya silvofishery atau tambak ramah lingkungan yang sedang diberdayakan di kawasan tersebut. Kepala KPHP Delta Mahakam Susilo mengatakan, saat ini sebagian wilayah Delta Mahakam sudah mendapat perhutanan sosial. "Kami bersama-sama dengan masyarakat setempat ada rencana untuk buat wisata di Delta Mahakam. Tetapi, kita fokus ke rehabilitasi dahulu," jelasnya. Sebelumnya pada akhir tahun lalu, Mulyono Sarjono, program manager Planete Urgence, salah satu organisasi non-pemerintah yang fokus pada isu mangrove mengatakan, Delta Mahakam merupakan ekosistem khusus. Artinya, kawasan ini adalah pertemuan antara darat dan laut, serta menjadi muara sungai besar yaitu Mahakam.

Mulyono mengisahkan, pada dekade 70-an, hampir semua Delta Mahakam tertutup mangrove. Berjalannya waktu, makin bertambah masyarakat yang membuka tambak dan rumah.

"Lalu, krisis moneter banyak membuka ruang tambak. Soalnya ekspor udang kan mahal banget. Tetapi laju tak terkendali. Kemudian pada 2000-an banyak datang dari luar buat buka tambak juga. Dari Jawa, Sulawesi. Tambak sudah 54 persen di wilayah itu," jelas Mulyono. Angka tersebut belum termasuk pembukaan lahan untuk rumah dan sebagainya. Dia melanjutkan, hutan asli di kawasan Delta Mahakam sangat sedikit. Maraknya pembukaan tambak ini memang tak lepas dari kebutuhan ekonomi. Regional Director of Asia and Country Representative Planete Urgence Indonesia, Yuyun Kurniawan mengatakan, saat ini tantangan pemerintah adalah dengan mengajak petambak melakukan kegiatan tambak ramah lingkungan.

Selain itu, memberi peluang perhutanan sosial. Sebab, kawasan Delta Mahakam itu milik negara. "Kondisi sekarang memang krisis, tapi harus ada restorasi," ucapnya. Di sisi lain, dia melanjutkan, yang mengancam kawasan Delta Mahakam tak hanya urusan pembukaan lahan di delta itu sendiri. Tetapi, juga pembukaan lahan di hulu, yang menyebabkan sedimentasi di hilir. Belum lagi kapal besar lewat yang bisa mengganggu vegetasi muda di kawasan mangrove. (nyc/riz/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X