JAKARTA- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan berkas perkara dugaan suap izin eskpor benih lobster (benur) yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dkk ke jaksa penuntut umum (JPU), (24/3). Dengan begitu, Edhy dan lima orang lainnya akan menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menerangkan penyerahan tersangka dan barang bukti ke tim JPU atau tahap II itu dinyatakan lengkap (P-21). Penahanan Edhy dkk pun beralih dari penyidik ke JPU. "Penahanan beralih dan dilanjutkan oleh tim JPU masing-masing selama 20 hari kedepan," kata Ali saat dikonfirmasi.
Selain Edhy, tersangka yang dilimpahkan ke tahap penuntutan itu adalah Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih dan Amiril Mukminin. Sesuai ketentuan, dalam waktu 14 hari kerja, tim JPU akan menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Jakarta. "Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujarnya.
Ali menambahkan, selama proses penyidikan pihaknya telah memeriksa 157 saksi dari berbagai pihak. Diantaranya pihak internal di KKP dan dari unsur swasta yaitu para ekspoktir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster (benur) di KKP tahun 2020. Selain itu, KPK juga melakukan penyitaan barang bukti berupa perhiasan, properti, sepeda, alqt elektronik hingga uang tunai.
Ali pun menegaskan bahwa bank garansi senilai Rp 52,3 miliar para eksportir benur adalah bagian dari konstruksi perkara dugaan suap. Sehingga duit tunai yang diserahkan Bank BNI 46 Cabang Gambir kepada KPK itu disita sebagai barang bukti.
Penegasan tersebut bagian dari upaya KPK menjawab kebingungan publik soal penyitaan duit Rp 52,3 miliar yang berasal dari bank garansi. Ali menerangkan penyitaan bank garansi tersebut harus dilihat secara utuh. Yaitu dimana pihak-pihak eksportir yang ingin mendapatkan ijin ekspor benur diduga memberikan sejumlah uang kepada tersangka Edhy melalui pihak lain.
"Dan kemudian juga bersepakat bahwa pengiriman eksport benur dimaksud hanya melalui PT ACK (Aero Citra Kargo, Red)," terangnya. Diketahui, PT ACK didirikan dengan pengurus terdiri dari orang-orang kepercayaan Edhy.
PT ACK diduga tidak melakukan pengiriman ekspor benur. Pengiriman dilakukan pihak lain, yaitu PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) dengan biaya jauh lebih murah. Selisih harga tersebut kemudian diperhitungkan sebagai "keuntungan" yang diduga dimanfaatkan untuk keperluan pribadi Edhy dan tersangka lainnya.
Berdasarkan alat bukti yang dimiliki, Ali menyebut pihaknya memandang bahwa bank garansi dengan alasan pemasukan bagi negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dimaksud juga tidak memiliki dasar aturan sama sekali. "Padahal kita tahu setiap pungutan negara seharusnya memiliki landasan hukumnya," imbuh dia. (tyo)