SAMARINDA - Selama tiga tahun terakhir, 2018-2021, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Kaltim dan Kaltara telah melakukan penyidikan terhadap 7 kasus tindak pidana perpajakan.
Mulai tahun 2018 terdapat 2 kasus pajak. Kemudian, tahun 2019 ada 2 kasus dan tahun 2020 ada 3 kasus. Lalu, awal tahun 2021 sebanyak 1 kasus. "Yang kita lakukan penyelidikan sebenarnya tidak hanya 7 kasus itu. Tetapi yang kita limpahkan ke Kejaksaan adalah 7 itu," kata Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan, Windu Kumoro, Rabu (24/3/2021).
Pelimpahan kasus-kasus pajak tersebut ke Kejaksaan dikarenakan adanya unsur pidana dan bukti yang ditemukan sangat kuat. Dan pelakunya tak mau membayar pokok pajak 100 persen dan sanksinya serta tak melaksanakan pengungkapan ketidakbenaran pajak.
"Tetapi, saat penyidikan, jika dia mau membayar kerugian negara dan pokok pajak ditambah sanksi 400 persen maka tidak dilimpahkan ke kejaksaan," kata Windu.
Penyidikan kasus pajak selama tahun 2020, DJP Kaltim dan Kaltara menangani 12 kasus. Lalu, tahun 2019 ada 14 kasus. Dan tahun 2018 ada 10 kasus. "Dari penyidikan 12 kasus, 14 kasus dan 10 kasus ini, yang tidak mau melakukan pembayaran maka dilimpahkan ke Kejaksaan. Dan dari itu hanya 7 kasus yang dilimpahkan," kata Windu.
Kasus pajak di Kaltim, dikatakan Windu, didominasi oleh perusahaan pemasok BBM (bahan bakar minyak) mengingat banyaknya pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. "Jadi, kasus pajak yang kami tangani semuanya di Kaltim. Dan belum ada kasus pajak di Kaltara," katanya.
Kasus pajak, pelaku menerbitkan faktur pajak fiktif. Dimana wajib pajak ingin memperkecil bayar pajak dengan membuat faktur pajak masukan yang tidak sah. (myn)