SURABAYA– Pengembang rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus memenuhi kebutuhan hunian alias backlog di Indonesia. Target pengerjaan 1,2 juta rumah secara nasional bisa jadi tidak tercapai lagi tahun ini. Mereka butuh dukungan dari semua pemangku kepentingan untuk berbagi beban.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jateng dan DIJ Bayu Rama Djati mengungkapkan, tidak banyak pengembang yang mau bermain pada sektor rumah MBR. Sebab, harga jual dan spesifikasi rumah sudah ditetapkan pemerintah. Akibatnya, margin pengembang semakin tipis. ’’Jangan disamakan dengan perumahan komersial. Tugas pengembang perumahan subsidi ini cukup berat,’’ ungkap Bayu (23/3).
Kementerian PUPR memproyeksikan kebutuhan rumah pada 2020 mencapai 7,6 juta unit. Angka itu bakal semakin membesar jika pengembang tidak menyediakan satu juta unit rumah MBR setiap tahun. Apersi butuh dukungan dari pemangku kepentingan agar bisa bangkit dari pandemi. Mulai badan pertanahan, perpajakan, perbankan, hingga penyedia material.
Direktur Komersial PT Superior Prima Sukses Henrianto menyatakan siap membantu pengembang rumah MBR. Khususnya untuk mencapai target pembangunan. Produsen bata ringan tersebut bersedia menyediakan bahan baku yang lebih terjangkau di wilayah Jatim dan Jateng. ’’Kami telah membuka pabrik ketiga di Sragen,’’ jelasnya.
Selama ini mayoritas pengembang di Jateng dan DIJ mendatangkan bata ringan dari produsen di Jatim. Sebab, kapasitas produksi di Jateng rendah. Kini Henrianto mendekati pasar dan berharap bisa membantu para pengembang rumah MBR mencapai target pembangunan mereka. ’’Target tahunan Jateng mencapai 100–150 ribu unit tahun ini. Pasti mereka butuh pengerjaan cepat dan efisien,’’ ujarnya. (bil/c14/hep)