Kaltim Punya Riwayat Lalai Mengatasi Limbah Batu Bara

- Selasa, 16 Maret 2021 | 11:56 WIB
ilustrasi
ilustrasi

SAMARINDA-Keputusan pemerintah mengeluarkan limbah batu bara hasil pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) menimbulkan kontroversi. Apalagi, listrik di Kaltim masih banyak bergantung pada PLTU. Jenis limbah yang keluar dari kategori B3 tersebut adalah fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu padat) atau FABA.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim Encek Ahmad Rafiddin Rizal mengatakan, jenis FABA beragam. "Kalau di PLTU kan terjadi pembakaran sempurna," terang Encek. Lanjut dia, FABA dari kegiatan PLTU menggunakan teknologi yang pembakarannya di atas 800 derajat Celcius. Kemudian menggunakan batu bara dengan kategori yang tinggi, sehingga menghasilkan pembakaran sempurna dan karbonnya sangat minimal dan stabil untuk disimpan, sehingga limbah yang dihasilkan tidak beracun.

Meski begitu, tak semua FABA dihasilkan dari PLTU. Industri perkayuan dan perkebunan pun bisa menghasilkan FABA. Hanya, saat ini produksi batu bara di Kaltim memang banyak diperuntukkan bagi PLTU. Namun, ditegaskan Encek, meski FABA PLTU dikeluarkan dari daftar limbah B3, tak berarti penanganan limbah bisa sembarangan.

"Setelah dikeluarkan bukan berarti perusahaan bisa buang ke TPA. Tetap harus dikelola dan dilaporkan. Tetapi hanya, tidak seketat dulu," jelas Encek.

PLTU pun harus tetap mengelola FABA dengan baik. Dia pun mengamini, sejauh ini kasus FABA di Kaltim baru terkait Indominco. "Kemarin bermasalah memang soal Indominco. Soalnya lalai, ketika dia harus menyimpan limbah B3," sambungnya. Diketahui, pada 4 Desember 2017, Pengadilan Negeri Tenggarong, Kukar menjatuhkan hukuman terhadap PT Indominco Mandiri. Berupa pidana denda Rp 2 miliar karena terbukti bersalah melakukan pembuangan (dumping) limbah tanpa izin.

Dia melanjutkan, sebenarnya banyak terobosan pengelolaan FABA agar tak jadi limbah begitu saja. FABA bisa diolah menjadi bahan baku batako dan bahan material pengerasan jalan. Termasuk sebagai material pencegah pembentukan air asam tambang, seperti yang dilakukan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perusahaan ini telah mendapat persetujuan KLHK dalam pelaksanaan uji coba pemanfaatan FABA sebagai bahan baku lapisan penudung material berpotensi asam (potential acid forming/PAF) di tambang KPC.

Uji coba ini untuk melihat efektivitas FABA dalam meminimalkan pasokan oksigen dari proses difusi untuk mencegah pembentukan air asam tambang. Uji coba juga untuk menguji efektivitas FABA sebagai penyedia mineral penetral asam dan alkalinitas air pori pada lapisan penudung batuan berpotensi asam serta menguji efektivitas FABA untuk mengendalikan pH air pori pada lapisan penudung batuan berpotensi asam.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Rosa Vivien Ratnawati kemarin memaparkan soal kajian mereka terkait FABA tersebut. Dia menegaskan, FABA dari PLTU tak memenuhi kriteria B3.

"Ada sejumlah syarat untuk dikategorikan sebagai limbah B3," kata dia.

Syarat itu antara lain limbah mudah menyala, mudah meledak, reaktif, korosif, melebihi parameter Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP), 16 parameter konsentrasi logam berat, dan lethal dose-50. Hasil uji TCLP terhadap limbah batu bara di 19 PLTU memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.

Kemudian hasil uji lethal dose-50 di 19 PLTU itu juga kurang dari 5.000 miligram per kilogram berat badan hewan uji. Human Health Risk Assessment (HHRA) yang dilakukan PLTU limbah batu bara juga tak melebihi parameter toxicity reference value (TRV) yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja, sehingga dinilai tidak membahayakan pekerja.

Sebelumnya, keputusan pemerintah mencabut limbah batu bara dari PLTU dikecam sejumlah pihak. Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, dihapusnya FABA dari daftar limbah B3 adalah keputusan bermasalah dan berbahaya. Pasalnya, batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun. Termasuk logam berat dan radioaktif. Ketika batu bara dibakar di pembangkit listrik, unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil pembakarannya. Yakni abu terbang dan abu padat (FABA).

Ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur beracun ini dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan talium ke badan lingkungan. "Unsur-unsur ini sifatnya karsinogenik, neurotoksik dan beracun bagi manusia, ikan, biota air, dan satwa liar. Alih-alih memperkuat implementasi pengawasan dan penjatuhan sanksi pengelolaan abu batu bara dari pembangkit yang akan memperkecil risiko paparan, pemerintah justru melonggarkan aturan pengelolaan abu batu bara dengan mengeluarkannya dari daftar Limbah B3,” ujar Fajri Fadhillah. (nyc/riz/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X