Koleksi Syafruddin Pernyata, Peninggalan Belanda hingga Kemurahan Kawan

- Senin, 15 Maret 2021 | 10:04 WIB
Syafruddin Pernyata dengan berbagai koleksinya.
Syafruddin Pernyata dengan berbagai koleksinya.

BERBAGAI benda koleksi Syafruddin Pernyata memiliki latar kisah tersendiri. Khususnya tentang kemurahan hati kawan dan kenalannya. Tak akan mudah proses mengumpulkan koleksinya tanpa bantuan dan pemberian.

Tak terhitung berbagai kisah keluar dari mulutnya saat menjelaskan barang-barang di Beranda Salma Shofa. Termasuk kotak peralatan alat kesehatan bagi dukun beranak. Didapatnya dari seorang kawan. Syafruddin menuturkan jika pada era 1960-an di kampung-kampung, akses fasilitas dan tenaga kesehatan terbatas.

Dulu dikenal dukun beranak, mereka yang tidak terdidik dan autodidak mempelajari proses kelahiran berdasarkan pengalaman. “Susah dulu itu mencari tenaga bidan. Lalu, pemerintah supaya mengurangi angka kematian ibu dan anak saat melahirkan, dididiklah dukun beranak ini untuk memiliki kecakapan. Dibekali peralatan ini,” ujarnya sambil menunjuk boks berbentuk balok dengan kelir silver.

Di sebelah boks alat kesehatan itu, ada pula boks yang mirip dengan warna hijau pucat. Itu adalah tempat make-up atau beauty case. Berbagai koper juga ada di ruangan itu. Benda-benda elektronik tak ketinggalan.

Televisi tabung, radio, komputer, telepon, kamera, over head projector (OHP), hingga beberapa handphone tersusun di lemari. Pada salah satu sudut ruangan, juga terdapat foto berbingkai dengan gambar suasana Samarinda tempo dulu. Beberapa lukisan, sepeda jadul hingga becak juga terparkir di ujung ruangan.

Ketika masih menjabat dulu, jika ada kesempatan mengunjungi beberapa kota. Tak lupa Syafruddin mampir ke pasar loak. “Misal di Jakarta, di Malang. Ingat ya, ke pasar loak, bukan ke pasar barang antik. Kalau pasar barang antik, aduh harganya bisa Rp 15 juta. Enggak bisa aku, aku bukan artis. Disangkanya aku artis kayak Ahmad Dhani, itu dia kolektor juga,” ujarnya sambil berguyon.

Memang ada beberapa yang dia dapatkan ditukar dengan sejumlah rupiah. Meriam VOC, itu judul yang dituliskan pada secarik kertas pada dinding meja di mana meriam itu terletak.

Tertulis jika senjata itu dia dapat melalui posting-an di grup Facebook, dijual seharga Rp 4 juta. Syafruddin menawar dan disepakatilah seharga Rp 2,5 juta. Meriam berpindah tangan. Jika dilihat saksama, benda itu diisi semen. Dia tak tahu jelas alasannya, mungkin agar tak bisa digunakan.

Mungkin juga memberi kesan kukuh untuk beratnya. Di punggung meriam, terlihat jelas lambang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Merupakan kongsi dagang atau perusahaan Hindia Timur Belanda yang didirikan pada 1602. Persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan Asia.

Lalu saxophone alto couesnon monopole. Di alat musik tersebut terdapat ukiran, Exposition Universelle Paris 1900 berbentuk pita, lalu Hors Concours Membre Du Jury Couesnon & Cie. Merupakan penghargaan bagi instrumen tersebut sebelum tahun 1900. Penghargaan Hors Concours, di pameran Paris.

Kemudian ukiran 94 Rue d’Angouleme Paris, merupakan basisnya. Dan lambang nanas yang di dalamnya terdapat angka 27, merujuk tahun pembuatan yakni 1927. Couesnon memiliki sejarah panjang dalam menyuplai grup musik militer pada zaman dahulu. Dari cerita Syafruddin jika instrumen itu dia dapat dari seorang kawan bernama Fauzi Mardani.

“Aku dapat dengan harga Rp 4 juta. Dari kisah kawanku itu, dia berujar jika alat musik ini dulunya pernah digunakan oleh pemusik di Kerajaan Kutai. Sampai situ saja yang kutahu kisahnya. Makna ukirannya ini yang aku kurang tahu,” bebernya. Benda itu adalah koleksinya yang dia dapat dengan harga tertinggi.

Mengapa mengoleksi dan berani membeli dengan harga tinggi, Syafruddin merasa bahwa dia tertarik. “Jika pas di hatiku, aku ambil. Aku juga enggak yang memang mencari. Kecuali beberapa, ada juga yang aku rasa menyesal kenapa enggak segera ambil,” ujarnya.

Namun, dia lebih banyak bersyukur. Beranda berisi aneka benda jadul miliknya juga bertujuan edukasi. “Misal anak-anak yang ke sini, mereka jadi tahu oh dulu bentuk televisi besar begini. Dulu sebelum ada mp3, ada piringan hitam yang diputar dengan alat bernama gramofon,” papar pria berkacamata itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X