Kasus Perusda AKU, Anggota DPRD dan Pemprov Diajak Pelesiran ke Negeri Jiran

- Rabu, 10 Maret 2021 | 12:38 WIB

SAMARINDA–Selepas berstatus perseroan daerah medio 2008, direksi PT Agro Kaltim Utama (AKU) pernah studi banding ke Medan, Lampung, Jakarta, hingga Malaysia. Dari perjalanan dinas itu, turut berangkat pihak pemprov hingga anggota DPRD Kaltim. Dua tahun kemudian, PT AKU mendapat penyertaan modal Rp 15 miliar.

Hal tersebut diungkapkan Yanuar dan Nuriyanto, dua terdakwa dalam kasus korupsi penyertaan modal Perusda PT AKU senilai Rp 27 miliar, pada persidangan yang bergulir secara virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda. “Seingat saya, ada Bahrid Buseng, Ismail, Ardiansyah, Asmir, dan Suriansyah. Banyak Pak, perjalanan dinas itu beda-beda yang ikut, jumlahnya tak lebih dari 10 orang,” ucap Yanuar dalam persidangan yang beragendakan pemeriksaan terdakwa tersebut.

Dia menerangkan, perjalanan dinas itu bertujuan meninjau kinerja beberapa perusahaan dalam mengelola bidang usaha lanjutan perkebunan. Khususnya sawit. Ketika masih berstatus perusda perkebunan, sektor usaha yang dikelola PT AKU hanya berkutat pada perkebunan sawit. Tanpa menyertakan bidang usaha turunannya, seperti cangkang sawit atau palm kernel oil. “Biaya perjalanan itu pakai dana operasional perusda,” sambungnya.

Karena alasan itu, pengelolaan usaha sejak PT AKU berdiri medio 2003, hanya berkutat pada pengelolaan perkebunan sawit. Yanuar mengaku, PT AKU punya aset lahan perkebunan sawit yang dimiliki setahun selepas perusda berdiri. Dari pengelolaan dan penjualan hasil kebun itu, lanjut dia, PT AKU beberapa kali menyetor deviden ke kas daerah sepanjang 2005–2008. “Kami ada setor deviden berkala sebagai PAD (pendapatan asli daerah) ke kas pemprov. Total Rp 3,2 miliar,” akunya di depan majelis hakim yang dipimpin Hongkun Otoh bersama Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta.

Hongkun Otoh langsung menceletuk, menilik seluruh berkas acara pemeriksaan (BAP) benar PT AKU pernah menyetorkan PAD. Namun, jumlahnya tak sebesar yang disebutkan terdakwa itu. Hanya Rp 800 juta. Yanuar dan Nuriyanto pun menegaskan, yang disampaikannya itu benar adanya. Bahkan, lanjut Yanuar, bukti penyetoran deviden ke rekening Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim sudah dilampirkannya ketika keduanya diperiksa penyidik Kejati Kaltim. “Kalau benar, lampirkan bukti itu di pembelaan nanti. Nanti kami (majelis) yang menilai,” kata Hongkun.

Saat dicecar majelis hakim, Yanuar dan Nuriyanto pun tak menepis jika PT Dwi Mitra Palma Lestari (DMPL) dan CV Daun Segar merupakan perusahaan milik keduanya. Dua perusahaan itu pun mendapat kucuran penyertaan modal dengan skema kerja sama pihak ketiga. CV Daun Segar sebesar Rp 600 juta dalam kerja sama penjualan tandan sawit. Sementara PT DMPL mendapat dana sebesar Rp 24,6 miliar sebagai penyandang dana operasional.

Semua kerja sama ke dua perusahaan itu, dilakukan dua terdakwa ini ketika mereka masih berstatus direksi. Yanuar selaku direktur utama dan Nuriyanto sebagai direktur umum PT AKU. Untuk PT DMPL, dana tersebut digunakan untuk usaha penjualan tandan sawit yang diekspor ke Thailand dan beberapa pekerjaan sub rekanan dalam pengangkutan batu bara.

Namun, usaha itu kolaps medio 2014 ketika harga batu bara merosot. “Kerja sama itu langsung kami jalankan saja. Tanpa koordinasi dengan badan pengawas atau pemprov,” sambung Nuriyanto.

Hongkun Otoh kembali menyinggung dari sejumlah uang tersebut, adakah yang dinikmati secara pribadi, kedua terdakwa mengelak. “Memang paling banyak ke PT DMPL, tapi itu untuk diputar lagi. Tapi berakhir rugi,” singkat keduanya di akhir persidangan. Majelis hakim mengagendakan pada 16 Maret mendatang perkara ini memasuki agenda pembacaan tuntutan JPU.

Untuk diketahui, dari kasus korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim senilai Rp 27 miliar ini, PT AKU ketika dipimpin kedua terdakwa melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan. Salah satunya, PT DMPL yang ternyata milik kedua terdakwa. PT AKU mendapat tiga kali suntikan dana dari pemerintah provinsi. Yakni, Rp 5 miliar pada 2003, Rp 7 miliar pada 2008, dan Rp 15 miliar dua tahun berselang (2010). Dalam dakwaan JPU, perusahaan ini diduga bodong lantaran tak beroperasi, tak diketahui lokasinya, hingga mendapat begitu besar dana dari kerja sama tersebut mencapai Rp 24 miliar. Dari kasus ini, JPU menilai ada kerugian Rp 29 miliar yang berasal dari nilai penyertaan modal Rp 27 miliar, plus laba sekitar Rp 2 miliar dari sembilan kerja sama tersebut. (ryu/riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X