SAMARINDA–Jembatan Dondang di Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara, bukan pertama ditabrak ponton batu bara. Tak sampai setengah tahun, jembatan ini sudah ditabrak dua kali. Kekhawatiran lebih besar pun muncul. Kerusakan karena tabrakan yang baru saja terjadi pada Selasa (2/3) sekitar pukul 23.30 Wita, efeknya lebih parah dibandingkan tabrakan pada November 2020.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perumahan Rakyat (DPUPR-Pera) Kaltim Irhamsyah mengungkapkan, kondisi Jembatan Dondang setelah ditabrak lima hari lalu memang lebih parah. Namun untuk detail kerusakan apa saja, lelaki yang akrab disapa Iing itu belum bisa memberitahukan. "Masih dilakukan pemeriksaan secara detail. Masih dalam perhitungan," kata dia.
Pria yang akrab disapa Iing itu melanjutkan, pihak yang bertanggung jawab atas rusaknya jembatan, akan mengganti rugi lebih besar dibandingkan perusahaan yang menabrak sebelumnya. Untuk diketahui, perusahaan pemilik tongkang sebelumnya harus membayar sekitar Rp 1 miliar. Kerusakan yang timbul karena insiden pada Ahad, 15 November 2020 malam itu, lapisan aspal badan jalan di bagian suspension joint atau sambungan gantung jembatan retak. Panjangnya 840 meter. Kemudian panjang retakan yang berada di tiang pancang atau peer 10 sekitar 2,3 meter.
Sementara itu, kerusakan yang terjadi lima hari lalu, tiang fondasi jembatan penyok. Tampak lekukan pada tiang akibat benturan keras sehingga terkelupas. Setelah meninjau Jembatan Dondang dua hari lalu, Wakil Bupati Kukar Rendi Solihin menuding jika petugas yang mestinya mengawasi, lalai mengerjakan tugas. Diketahui, instansi yang diberi tanggung jawab mengawasi aktivitas kapal di kawasan perairan ini adalah Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kuala Samboja.
“Ada pihak-pihak yang diberikan kewenangan untuk mengurusi aktivitas di kolong jembatan seperti kapal pandu dan kapal tunda. Termasuk juga ada pihak yang memiliki kewenangan mengawasi jika ada aktivitas lain seperti kapal tambat,” ungkapnya. Rendi kian kecewa setelah menerima laporan bahwa saat kapal tambat, hanya diikat di pohon nipah yang berada di sekitar sungai. “Ini sama halnya seperti mengikat sapi di rumput. Tentunya potensi lepas sangat besar. Karena memang bukan pada tempatnya,” ungkap dia.
Sementara itu, Kepala KUPP Kuala Samboja Faisal Rahman menuturkan, aktivitas menambat kapal di pohon nipah tidak dibenarkan. “Karena itu bukan tempat tambat mereka. SOP-nya bukan di situ,” kata Faisal. Lanjut dia, pihaknya rutin menggelar patroli dan menegur kapal yang tambat di lokasi yang tidak dibenarkan. Namun, hingga saat ini, petugas KUPP Kuala Samboja masih memberikan peringatan berupa teguran. “Sanksi paling berat bisa pembekuan izin pelayaran,” terangnya. (nyc/riz/k8)