PARA peneliti di Harvard, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan City University of Hong Kong telah mengembangkan drone kecil yang terinspirasi dari serangga. Selain bisa bermanuver di ruang yang sangat sempit, drone itu juga tahan terhadap benturan jika terjadi kecelakaan. Karena drone itu menggunakan sistem aktuasi yang bisa mengepakkan sayap sambil bertahan dari gangguan.
Hingga kini, pembuat drone yang ingin membuat drone sangat kecil harus membuang motor (yang membuat kurang efektif pada ukuran kecil), dan menggantinya dengan aktuator kaku berbasis keramik piezoelektrik.
Drone baru ini mengandalkan aktuator lembut yang terbuat dari silinder karet yang dilapisi nanotube karbon. Saat diberikan tegangan listrik, nanotube meregangkan karet untuk mengepakkan sayap drone hampir 500 kali per detik.
Dilansir dari Engadget (5/3), kombinasi itu cukup efektif. Karena berskala sentimeter, drone tersebut bisa masuk melalui area kecil, melakukan manuver, termasuk berbalik, dan bertahan dari beberapa tabrakan. Bobotnya juga seringan lebah, sekitar 0,02 ons.
Namun, drone itu masih dalam pengembangan. Ada beberapa batasan pada tahap ini. Drone yang mirip serangga itu masih tertambat ke sumber daya, dan ada begitu banyak kabel yang terhubung ke drone. Dengan demikian, saat ini masih jauh dari penggunaan praktis.
Jika suatu saat para ilmuwan bisa memecahkan masalah tersebut, dampaknya bisa signifikan. Asisten Profesor MIT Kevin Yufeng Chen membayangkan drone kecil yang dapat memeriksa mesin, atau bahkan robot mirip lebah yang menyerbuki tanaman yang bisa dikontrol. Perangkat ekstra kecil itu bisa menembus batas untuk sebuah drone, mencapai lingkungan yang mana tidak dapat dilakukan drone konvensional. (rom/k8)