Hulu Hilir Dihantam Masalah Sosial, Jaringan Pipa Semrawut, Kerja Berat di Dua Titik

- Jumat, 5 Maret 2021 | 12:14 WIB
PARAH: Keberadaan jaringan pipa air bersih dan fiber optik jadi salah satu biang kerok banjir di simpang empat Sempaja. Keberadaan pipa bikin berat program kerja wali kota baru. DENNY SAPUTRA/KP
PARAH: Keberadaan jaringan pipa air bersih dan fiber optik jadi salah satu biang kerok banjir di simpang empat Sempaja. Keberadaan pipa bikin berat program kerja wali kota baru. DENNY SAPUTRA/KP

Dua titik kawasan langganan banjir yang jadi prioritas penanganan dalam program kerja 100 hari Wali Kota Samarinda Andi Harun dan wakilnya Rusmadi Wongso, rupanya merupakan titik terparah. Masalah mendera dari hulu hingga hilir. Target 100 hari dirasa masih kurang panjang menyelesaikan dampak di kawasan DI Panjaitan dan simpang Sempaja.

 

-

SAMARINDA–Terhadap permasalahan tersebut, konsultan masterplan banjir Samarinda Eko Wahyudi menjelaskan, dimulai dari Jalan DI Panjaitan. Limpasan air yang berasal dari kawasan eks tambang di atas perumahan Talang Sari Regency (TSR), tidak bisa mengalir dengan baik menuju drainase dan anak sungai perumahan tersebut.

"Masalahnya di simpang Lempake, drainase yang ada terhambat pembangunan jembatan di atas parit rumah warga. Sedimentasi drainase juga tinggi karena jarang dipelihara," ujarnya, (4/3).

Selanjutnya, air terbagi dua jalur di simpang Jalan Mugirejo, menuju ke drainase Jalan DI Panjaitan dan sungai di Perumahan TSR. Begitu juga limpasan air dari Jalan Mugirejo juga cukup tinggi namun terhalang tiang gapura air mengalir tidak lancar. "Sebetulnya bebannya bisa berkurang jika drainase DI Panjaitan bisa mulus, tetapi tahun lalu pekerjaan belum tuntas, baru dilanjutkan tahun ini," ucapannya.

Namun, jika drainase sisi kanan menuju terminal Lempake itu mulus, masalah lain ada di kawasan Simpang Alaya ke depan Masjid Babul Hafazah. Karena masih ada lahan masyarakat yang perlu dibebaskan untuk mengembalikan fungsi drainase. Hulunya yakni sungai mati bisa dinormalisasikan. "Di sisi kiri beban aliran air ada di sungai Perumahan TSR. Di sini masalah lebih pelik, ada satu bidang tanah yang di atasnya ditutup untuk akses jalan pemilik tanah. Di hilirnya puluhan rumah warga berdiri di atas sungai menyebabkan penyempitan," ucapnya.

Atas kawasan itu, Eko berharap, pemkot bisa menormalisasi drainase di sekitar Terminal Bus Lempake, mengubah konstruksi gapura Jalan Mugirejo, menormalisasi aliran sungai TSR, serta membongkar bangunan yang berdiri di atas sungai. Selain itu, berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR dan Pera) Kaltim untuk persiapan pembebasan lahan di jalur simpang Alaya ke seberang Masjid Babul Hafazah.

"Serta menyelesaikan pembebasan lahan sungai mati, sehingga Dinas PUPR dan Pera Kaltim bisa melakukan normalisasi sebagai satu kesatuan dalam program normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM) yang dilanjutkan tahun ini," ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan permasalahan di simpang Sempaja, yang paling utama adalah pengendalian di sisi hulu, yakni kawasan Batu Cermin. Pada 2005, sempat ada wacana untuk pembebasan lahan guna pembangunan bendali atau embung. Namun, urung dilaksanakan. Padahal, dulunya masih berupa lahan kosong. Kini kawasan tersebut sudah beralih jadi permukiman padat. Selain itu, masalah terjadi pada persimpangan jalan, di mana banyak utilitas seperti pipa perumdam dan jalur kabel fiber optic (FO) yang ditanam sembarangan.

"Seharusnya instansi terkait menanam pipa di bawah drainase, karena saat ini kebanyakan melintang di dalam drainase dan crossing drainase. Hal itu membuat sampah yang ikut dalam aliran air terhambat dan menyebabkan penyempitan," ucapnya.

Sehingga, Eko berharap, pemerintah mulai memikirkan rencana jangka panjang untuk pembangunan bendali di sisi hulu, menormalisasi sungai Sempaja, membuat lubang-lubang pada drainase yang sudah dibangun tahun lalu di Jalan Wahid Hasyim II, dan menyambungkan drainase tersebut ke drainase Jalan PM Noor sisi kiri arah ke simpang Jalan DI Panjaitan, serta mengangkat sedimentasi di drainase tersebut.

Selain itu, di kolam penampung belakang Stadion Madya Sempaja perlu dibuat jalur sodetan, sehingga kolam bisa berfungsi maksimal. "Masalah juga ada di Jalan AW Sjahranie, ada drainase yang nyaris tertutup di depan diler mobil," ucapnya.

Dia menambahkan, butuh komitmen kuat dan konsistensi untuk menyelesaikan masalah di dua titik tersebut. Jika berhasil, dampaknya tentu sangat dirasakan masyarakat. Meski dipastikan 100 hari tidak akan cukup. Namun, setelah masa waktu tersebut pemerintah harus tetap fokus pada permasalahan banjir di sana dan titik-titik lain di Samarinda. "Perlu juga menormalisasi drainase di permukiman warga. Itu juga seharusnya jadi tanggung jawab masyarakat untuk menggalakkan kegiatan kerja bakti. Karena jika hanya mengharapkan pemerintah, memakan waktu lama," tutupnya. (dns/dra/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X