Imigrasi Cekal Dua Pegawai Ditjen Pajak, Atas Permintaan KPK, Diduga Terlibat Kasus Suap

- Jumat, 5 Maret 2021 | 12:01 WIB

JAKARTA–Pengusutan kasus suap yang melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) terus bergulir. Dua pegawai yang diduga terlibat kasus tersebut telah dicekal. Mereka dilarang bepergian ke luar negeri.

Pencekalan itu disampaikan Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM) Arya Pradhana Anggakara, kemarin (4/3). “Pencegahan dilakukan sejak 8 Februari 2021. Atas permintaan KPK,” terangnya.

Ada dua orang yang dicekal. Namun, identitas dua orang itu belum disebutkan secara detail. Yang pasti, mereka adalah aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Ditjen Pajak Kemenkeu. Arya hanya bersedia menyebut inisial dua orang itu. Yakni, APA dan DR.

Selain dua ASN tersebut, Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah empat orang lainnya bepergian ke luar negeri atas permintaan KPK. “Empat orang lainnya adalah RAR, AIM, VL, dan AS,” imbuhnya. Dengan demikian, total ada enam orang yang dicekal. Masa pencegahan itu berlaku sampai 5 Agustus tahun ini.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan membebastugaskan pegawai DJP yang terlibat dugaan suap. Setelah pengumuman itu, nama Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Angin Prayitno Aji hilang dari situs resmi DJP.

Dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, Angin terakhir melaporkan harta kekayaan pada Februari 2020 untuk tahun pelaporan 2019. Pria 59 tahun itu diketahui memiliki harta sebanyak Rp 18,62 miliar. Terdiri atas tanah dan bangunan, alat transportasi dan mesin, serta harta bergerak lainnya.
Perinciannya, tiga bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan senilai Rp 14,9 miliar. Selain itu, dia tercatat memiliki tiga mobil. Yakni, Volkswagen Golf, Honda Freed, dan Chevrolet Captiva Jeep. Kemudian, harta bergerak lainnya senilai Rp 1,09 miliar.

Angin juga diketahui memiliki kas dan setara kas sejumlah Rp 2,2 miliar dan harta lainnya sejumlah Rp 23,3 juta. Dia diketahui merupakan pejabat karier di DJP. Sebelum menjabat direktur ekstensifikasi dan penilaian, Angin pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di DJP. Di antaranya, kepala Kanwil DJP Jawa Barat II pada 2014 dan kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat pada 2016. Kemudian berlanjut menjabat direktur pemeriksaan dan penagihan DJP sejak Mei 2016.

Dia diketahui merupakan lulusan sarjana ekonomi jurusan perusahaan dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, pada 1988. Angin juga memiliki gelar master of arts in economic dari Concordia University, Kanada, pada 1996. Pada 2006, dia menyelesaikan program S-3 manajemen bisnis di Universitas Padjadjaran, Bandung.

Namun, hingga kemarin, KPK belum bersedia menyebutkan apakah inisial APA yang dicekal adalah Angin. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan penyidikan sedang berjalan. KPK akan mengumumkan para tersangka saat mereka ditetapkan sebagai tahanan oleh penyidik.

Menurut Alex, sapaan akrab Alexander Marwata, pihaknya bukan tidak ingin menyampaikan kasus tersebut secara lebih gamblang. Dia beralasan menunggu penyidik melaksanakan tugas.

Dia memastikan, pada waktunya KPK pasti mengumumkan kasus tersebut kepada masyarakat. Saat ini, pimpinan KPK tidak ingin mengganggu kerja-kerja yang tengah dilaksanakan penyidik. “Supaya teman-teman penyidik tidak terganggu dengan kegiatan pemeriksaan dan pencarian barang bukti,” terang dia.

Pria berlatar belakang hakim ad hoc itu pun mengingatkan kembali seluruh wajib pajak. Alex meminta mereka tidak berbuat curang. Apalagi sampai melakukan suap. Sebab, penegak hukum, termasuk KPK, sudah pasti akan bergerak menindak mereka. ”Dugaan tindak pidana korupsi (di DJP Kemenkeu) terjadi karena ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak,” jelasnya. Karena itu, dia mengimbau semua wajib pajak patuh.

Jangan sampai, kata Alex, wajib pajak melakukan suap karena ingin membayar pajak lebih rendah daripada kewajiban. ”Bayarlah pajak sesuai ketentuan,” tegasnya. Apalagi, Maret dan April merupakan waktu melapor SPT. ”Kalau tidak puas dengan hitungan dari aparat pajak, ada upaya hukum, yaitu mengajukan keberatan. Kalau keberatan tidak diterima, bisa ajukan banding. Itu mekanismenya,” beber dia. Bukan malah menyuap pegawai DJP Kemenkeu agar kewajiban pajaknya dikurangi. (deb/dee/JPG/rom/k8)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X