Bank Turunkan Suku Bunga Kredit

- Kamis, 4 Maret 2021 | 10:50 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Perbankan merespons imbauan Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga kredit. Keputusan yang diambil saat suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) berada pada level 3,5 persen itu bakal mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN). Vaksinasi juga akan mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan.

Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, selain karena tren suku bunga acuan, penurunan SBDK (suku bunga dasar kredit) dilakukan lantaran menyusutnya beban biaya dana (cost of fund). Selain itu, efisiensi perbankan melalui berbagai inisiatif digital masih terus dilakukan. Namun, perubahan suku bunga kredit bukan satu-satunya variabel penentu besar atau kecilnya permintaan pembiayaan.

Melalui model ekonometrika, BRI meriset industri bisnis mikro, kecil, menengah, dan ritel. Hasilnya, ada lima indikator yang memengaruhi pertumbuhan kredit. Yakni, konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, risiko kredit macet atau nonperforming loan (NPL), dan penjualan eceran.

”Variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat,” tegas Sunarso kemarin (3/3). Artinya, tumbuhnya dua variabel tersebut justru bakal mendorong permintaan kredit.

Untuk mendongrak naik dua variabel konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat, dibutuhkan stimulus dari pemerintah. Prioritasnya adalah para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) karena mereka yang langsung terdampak. Apalagi, sektor itu menyumbang 60,34 persen perekonomian nasional.

Langkah yang sama diambil PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI). Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan bahwa tujuan pemangkasan suku bunga kredit adalah merangsang percepatan pertumbuhan kredit tahun ini. Selanjutnya, kebijakan itu akan meningkatkan permintaan domestik. ”Tentu kami memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya bergantung penilaian bank terhadap risiko setiap debitur atau kelompok debitur,” terangnya.

Selanjutnya, BNI me-review suku bunga secara berkala. Salah satu strateginya adalah menekan cost of fund. Dengan begitu, suku bunga kredit juga bisa lebih rendah atau mengikuti tren penurunan suku bunga acuan.

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa vaksinasi Covid-19 memicu optimalisasi fungsi intermediasi perbankan. Dengan membangun herd immunity, pemerintah ikut memulihkan kepercayaan diri masyarakat untuk kembali berbelanja. Kegiatan usaha pun kembali bergairah dan permintaan kredit bank naik. ”Ketika (permintaan) kredit membaik, perbankan juga bakal mulai memberikan relaksasi terhadap suku bunga kreditnya,” tutur Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih kemarin.

Secara historis, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sebelum pandemi merebak, masyarakat Indonesia sangat konsumtif. ”Artinya, kekuatan ekonomi kita itu sebetulnya ada pada konsumsi rumah tangga. Karena itu, ke depan sinergi kebijakan itu harus bisa mendongkrak konsumsi rumah tangga,” jelasnya.

Berdasar riset LPS, transmisi penurunan suku bunga simpanan ke suku bunga kredit dalam kondisi normal memakan waktu sekitar 3–6 bulan. Saat pandemi, dibutuhkan waktu lebih lama. Bisa mencapai sembilan bulan atau tiga kuartal. Meski demikian, kata Lana, suku bunga kredit akan turun seiring dengan kegiatan usaha yang semakin membaik.

Saat ini likuiditas di perbankan cukup banyak. Malah cenderung meningkat. Tecermin dari simpanan dana yang tumbuh 11 persen pada Desember 2020 dan 10 persen pada Januari 2021 secara year-on-year (YoY).

Mau tidak mau tren penurunan suku bunga simpanan masih berlanjut. Namun, LPS bakal melihat seberapa jauh respons pasar. ”Kalau memang dimungkinkan turun (lagi), nanti ada ruang untuk turun,” tandasnya. (han/c14/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X