Si calon penerbit menemukan bahwa 20 cerpen dalam draf yang diserahkan R. Sutandya Yudha Khaidar mirip dengan karya-karya penulis lain. Ketika dua naskah tambahan dikirim, dua-duanya jiplakan juga.
KHAFIDLUL ULUM, Serang, Jawa Pos
GOL A Gong terkejut ketika sampai di bagian belakang naskah kumpulan cerpen (kumcer) itu. Ada nama tenar di sana, sang penulis Laskar Pelangi. ”(Ada) endorsement (sorongan) dari Andrea Hirata,” tutur penulis Balada si Roy itu.
Dia kaget karena sama sekali tak mengenal pemilik kumcer tersebut, Rahmat Sutandya Yudhanto alias R. Sutandya Yudha Khaidar, yang siang itu, sekitar setahun lalu, bertamu ke Rumah Dunia. Padepokan sastra di Serang, Banten, yang didirikan Gong itu menaungi penerbitan Gong Publishing. Dan, Yudha, nama panggilan si tamu, seorang pemuda 21 tahun, ke sana karena hendak menerbitkan buku berisi 20 cerpen tersebut.
Yudha meminta penyusunan dan pencetakan buku bisa selesai dalam tiga minggu. Sebab, akan diluncurkan dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Belitung.
Sebagai syarat, Abdul Salam, manajer Gong Publishing, meminta Yudha menyerahkan Rp 1 juta sebagai biaya operasional awal. Yudha menyanggupi akan mentransfer. Sekitar pukul 14.00, Yudha yang datang sendirian itu pamit. Salam mengantarnya ke pangkalan bus antarkota. ”Sudah jadi kebiasaan kami. Kalau ada tamu, kami antar ke tempat bus,” ungkap Salam.
Yang tak dia sangka, tamu yang diantarkannya itu justru meninggalkan ”bom waktu” yang mengguncang jagat sastra dan perbukuan. Kumcer yang ternyata, mengutip sastrawan cum kritikus sastra Sunlie Thomas Alexander, menjadi skandal plagiasi terbesar di tanah air.
*
Yudha mengeluarkan sesuatu dari tas dan menyerahkan kepada Salam. Ternyata naskah kumcer. Salam pun membolak-balik naskah setebal sekitar 100 halaman itu. Draf buku yang berisi 20 cerpen tersebut diberi judul Kitab yang Tak Suci.
Judul yang langsung mengingatkan Salam pada buku yang ditulis Puthut EA. ”Saya langsung konfirmasi ke dia, kok ini sudah pernah ditulis Puthut EA,” kenang Salam saat menceritakan kembali peristiwa itu kepada Jawa Pos Jumat dua pekan lalu (19/2).