SAMARINDA–Jaringan narkotika seperti terus mengembang. Tak habis ujungnya. Bahkan di antaranya, saling mengenal di balik jeruji besi.
Seperti dua kurir peredaran narkotika Muhran (53) dan Jumadi (34) yang baru dibekuk Polsek Samarinda Ulu, beberapa waktu lalu. Keduanya kedapatan hendak mengantar paket sabu-sabu 1 kilogram tujuan Kecamatan Tanjung, Kalimantan Selatan. Muhran mengaku disuruh pria berinisial O. Residivis kasus narkotika pada 2011 itu menyebut, tahu sepak terjang O saat dirinya sama-sama mendekam di balik jeruji besi. Tepatnya di Lapas Narkotika Samarinda.
Sebelumnya, beberapa pengungkapan yang dilakukan juga dikendalikan dari balik jeruji besi. Tak terhitung sudah berapa kali aparat penegak hukum menjemput narapidana di pemasyarakatan.
Memiliki latar belakang pernah mendekam di terungku, menimbulkan tanda tanya pembinaan yang selama ini berjalan. Terlebih, beberapa kasus juga melibatkan warga binaan pemasyarakatan (WBP).
"Kalau dia (Muhran) ngaku kenal si O saat di Lapas Narkotika Samarinda, enggak bisa juga dipercaya begitu aja. Karena bahasa kenal itu luas, bisa aja kenalnya dari luar (lapas)," jelas Kadivpas Kanwil Kemenkumham Kaltimra Sri Yuwono, kemarin (2/3). Terkait pembinaan WBP, Yuwono mengungkapkan, jika pembinaan dari para pelaku dan pengguna segala jenis narkotika telah diupayakan semaksimal mungkin. Bahkan, narapidana yang mendapatkan hak khusus pembebasan pada dua pertiga masa hukumannya, seperti remisi dan asimilasi telah diawasi Bapas Samarinda.
"Kami ada rehabilitasi sosial. Ya jelas tujuannya agar warga binaan tidak addict (candu). Selain itu ada pembinaan bidang rohani, olahraga, dan keterampilan. Harapannya agar warga binaan yang selesai menjalani masa hukuman bisa berkonsentrasi dengan hal positif. Kalau sudah keluar murni jadi tanggung jawab masyarakat bersama, kalau dari lapas (tanggung jawabnya) sudah putus," ungkapnya.
Namun, dia memastikan kalau untuk klasifikasi bandar narkotika skala besar, dipastikan tidak akan mendapat hak khusus. Mengingat, masa tahanan para bandar narkotika selalu di atas putusan hukum lima tahun penjara.
Di sisi lain, upaya agar jaringan narkotika baru tidak terbentuk sebenarnya bisa dilakukan dengan cara memisahkan para tahan berdasarkan berat tidaknya kasus yang dialami. Semisal bandar narkotika, akan dipisahkan dari sel tahanan lainnya. Namun, penerapan itu tidak bisa berjalan lantaran lembaga pemasyarakatan telah over-capacity. Begitu pula pemindahan tahanan yang dijatuhi hukuman di atas 20 tahun atau seumur hidup yang ditengarai sebagai bandar.
Hanya bisa dilakukan jika telah mendapatkan rekomendasi dari aparat penegak hukum yang menyatakan tahanan merupakan pengendali narkotika skala regional maupun internasional.
"Kalau ruangan idealnya begitu, tapi kan over-capacity. Ada yang dibedakan ada yang tidak dibedakan. Kalau ada rekomendasi pelaku sebagai pengendali peredaran regional juga maka bisa dipindah ke Nusa Kambangan," pungkasnya. (*/dad/dra/k8)