SAMARINDA - Bank Indonesia (BI) optimis transformasi ekonomi di Kalimantan Timur akan terwujud dengan hilirisasi batubara dan sawit. Apalagi ditunjang dengan Undang-Undang Cipta Kerja untuk perbaikan iklim investasi.
Momentum ekonomi Kaltim agar lepas dari ketergantungan ekspor bahan mentah bisa dimulai dengan realisasi pembangunan industri metanol.
Pembangunan Industri itu ditandai datangnya investor PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Ithaca Resources, dan Air Products kini menjalin aliansi strategis dan membentuk konsorsium dalam hilirisasi batubara.
"Ada satu titik terang, starting poin momentum kita untuk mendorong hilirisasi dengan adanya pencipta iklim investasi. Kita sudah ada yang datang investor (PT Bakrie), untuk membangun coal methanol. Saya lihat bahwa metanol dapat mendukung program biodisel pemerintah," ujar Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltim, Tutuk S.H Cahyono, 26 Februari 2021 saat zoom meeting dengan wartawan.
Industri methanol yang dibangun PT Bakrie senilai USD 2 miliar lebih di Batuta Industrial Chemical Park di Bengalon Kutai Timur diharapkan ikut memenuhi kebutuhan methanol di Indonesia yang saat ini mencapai 1,2 juta ton per tahun.
Tercatat sumber daya batubara di Kalimantan mencapai 79 miliar ton dengan cadangan 15,4 miliar ton.
Sementara itu, untuk hilirisasi minyak sawit atau CPO Kaltim, Bank Indonesia memperkirakan ke depan dapat bersaing dengan Riau dan Sumatera Utara yang lebih maju.
"Kita juga konsen hilirisasi CPO. Pemerintah kita sudah punya program biodisel (yang bisa dipenuhi produk CPO Kaltim). Riau dan Sumatra Utara lebih maju yang berada di kuadran III dengan volume tinggi dan harga tinggi," kata Tutuk.
Dari data kuadran produk CPO versus Provinsi sawit terdepan diolah Bank Indonesia, Kaltim telah berada di kuadran I volume kecil dan harga rendah, kuadran II volume kecil harga tinggi dan kuadran IV volume tinggi harga rendah.
"Kaltim belum berada di kuadran III, dengan volume tinggi harga tinggi seperti Riau dan Sumatera Utara. Kalau Kaltim sudah berada di kuadran III maka kita betul-betul shifting (transformasi ekonomi ke hilirisasi)," kata Tutuk.
Hilirisasi CPO di Kaltim dapat dilakukan dengan penyediaan infrastruktur, membangun jalur ekspor yaitu Pelabuhan Kariangau dan Maloy bersama industri pengolahannya.
"Kita punya kebun sawit cukup besar. Nomor 2 di Kalimantan. Kalau industrinya (pengolahan CPO) disini. Minyak bisa diolah di balikpapan dan Bontang. Tidak usah dibawa ke Malaysia, Sumatra dan Jawa. Dan kalau perlu CPO dari Kalteng kalsel dibawa ke Kaltim. Apabila kita bisa membuat Kaltim lebih menarik bagi investor," jelas Tutuk. (myn)