SAMARINDA–Penyebab meledak tongkang Gemilang Perkasa Energi yang menewaskan tiga pekerja belum diketahui. Namun, peristiwa yang terjadi di area PT Barokah Galangan Perkasa (BGP), Kecamatan Sambutan, terancam menguap.
Surat pernyataan damai dari ketiga keluarga korban yang diterima Korps Bhayangkara jadi alasan. Surat pernyataan itu digunakan untuk menerapkan restorative justice (RJ) yang tertuang dalam Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 tertanggal 27 Juli 2018. "Hal itu (penghentian perkara) bisa terjadi sesuai aturan baru Kapolri, yang mana perkara itu bisa RJ atau penyelesaian perkara tidak dilanjutkan ke persidangan. Kemungkinan kami coba terkait hal itu," jelas Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Yuliansyah.
Menyikapi penerapan RJ, akademisi hukum pidana Orin Gusta Andini mengatakan, penerapan RJ bisa saja dilakukan jika kedua belah pihak telah bersepakat. Tentunya pihak terlapor menjalani kewajiban pemulihan kerugian yang dialami korban. "Kalau bicara konsep RJ, tujuannya memulihkan kerugian yang dialami korban dan memang kesepakatan antara dua belah pihak. Dan memang tidak bisa dilanjutkan," terangnya.
Meski bisa diterapkan, lanjut Orin, RJ lebih diutamakan untuk kasus ringan. Selain itu, bisa diterapkan ketika terlapor masih di bawah umur. "Jika pelakunya melibatkan anak bisa diterapkan RJ," tambahnya.
Namun, jika berkaca dari kasus meledak tongkang di PT BGP, Dosen Fakultas Hukum Unmul itu berpendapat bahwa penerapan dilakukan setelah polisi mengetahui penyebab ledakan kapal. Mencari tahu ada tidaknya unsur kelalaian atau kesengajaan, sehingga dapat mengoreksi setiap pihak agar insiden serupa tidak kembali terjadi.
"Itu belum jelas penyebab kecelakaannya, harus diketahui dulu. Karena penerapan RJ yang sekonyong-konyong tanpa klir (mengetahui penyebab ledakan) lebih dulu apakah ada niat jahat, ya bisa bahaya. Jangan sampai karena bisa diganti dengan uang, yang kaya bisa semena-mena dengan yang miskin. Jangan sampai jadi tameng," pungkasnya. (*/dad/dra/k16)