Catatan: Achmad Safari
(Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Paser)
DUA hari lalu saya bersama rekan-rekan mengumpulkan sampel air sungai di Kabupaten Paser. Kami terbagi dalam empat kelompok. Saya dan tim mendapatkan tugas mengambil sampel di sungai yang termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Kandilo di Kecamatan Batu Sopang dan Kecamatan Muara Samu.
Lepas salat Subuh, kami meluncur ke lokasi pemantauan. Sengaja kami memilih melaksanakan tugas di awal hari dengan harapan mendapatkan panorama alam yang indah di pagi hari, hitung-hitung bekerja sekalian refreshing.
Namun, sesampai di titik pantau pertama, kami menerima kekecewaan. Kecewa bercampur sedih mendapatkan kenyataan air sungai di hadapan kami sangat cokelat. Tampak jelas banyaknya partikel tanah yang terlarut dalam air. Sungguh kekeruhan air sungai yang sangat akut terpampang di hadapan mata.
Lanjut ke lokasi pengambilan sampel kedua, ketiga, dan seterusnya. Semua sama, hanya satu kalimat yang dapat mewakili sedih dan kecewa. Tingkat kekeruhan air sungai sangat mengkhawatirkan. Ini baru satu parameter pencemaran, yaitu kekeruhan. Kami belum mengetahui hasil analisis laboratorium terhadap tingkat pencemaran dari sungai-sungai yang kami ambil sampelnya hari ini.
Kembali pada permasalahan kekeruhan air sungai. Tingginya tingkat kekeruhan air sungai berlangsung sejak beberapa tahun terakhir ini. Siapa yang mesti bertanggung jawab? Tentu saja pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan dan pencemaran yang terjadi di sungai adalah semua pihak (terutama korporasi) yang beraktivitas di sekitar sungai tersebut.
Ketika kami berada di lokasi titik pengambilan sampel dan telah mendapatkan kenyataan air sungai sudah sangat pekat kekeruhannya, pihak yang mesti bertanggung jawab adalah yang melakukan aktivitas di daerah hulu dari kami berdiri.
Masyarakat sangat dirugikan dengan keadaan ini. Hasil tangkapan ikan pasti semakin menurun. Air sungai sangat sulit dikonsumsi masyarakat.
Perumda Air Minum Kabupaten Paser juga mengalami kesulitan untuk mengolahnya hingga menjadi air bersih layak guna. Perusahaan harus menambah bahan kimia penjernih hingga level optimal untuk menghasilkan air bersih, artinya menambah biaya produksi dan tentu membebani konsumen.
Belum lagi dampak negatif bagi kesehatan yang ditimbulkan bila konsumen secara kontinu mengonsumsi air minum dari sumber air yang telah mendapatkan banyak senyawa kimia dalam proses penjernihannya.
Wahai para pemilik modal, kalian boleh saja berusaha tapi jangan abaikan kerusakan lingkungan yang kalian timbulkan. Kami, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan sumber air yang bersih dan sehat. Kami juga menggantungkan nafkah dari kekayaan alam dan hasil sungai di wilayah ini. Kami juga sangat menginginkan hidup sehat. Marilah kita bersinergi menjaga kelestarian alam Kabupaten Paser. (jib/far/k16)