PROKAL.CO,
Oleh:
Aldi Pebrian
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kaltim
Pemerintah Indonesia membuat kebijakan akan membuka sekolah secara keseluruhan pada Juli 2021. Buntut kebijakan ini telah dilakukannya vaksinasi ke sekitar 5,7 juta guru. Pemerintah memang mempunyai wacana untuk diadakannya sekolah tatap muka pada awal tahun. Namun, kurva angka positif kian meningkat, sehingga pemerintah membatalkan kebijakan tersebut awal tahun. Pemerintah beranggapan salah satunya bahwa sekolah dengan daring membuat siswa tidak efektif dalam proses belajar mengajar. Vaksinasi terhadap tenaga kependidikan menjadi salah satu prioritas di periode kedua vaksinasi Covid-19, sehingga persiapan ini sudah direncanakan matang-matang oleh pemerintah agar segera sekolah tatap muka dilaksanakan.
Ketika mencuat kabar kebijakan ini, muncul beberapa problem. Penulis mencoba memfokuskan problem tersebut kepada perlindungan anak. Menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak Pasal 1 angka 1 menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan” maka dari sekolah dasar hingga jenjang sekolah menengah yang belum berusia 18 tahun masih dianggap anak. Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak menyebutkan “perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan kekerasan dan diskriminasi.” Daripenjabaran ini, perlindungan anak sangat komprehensif, perlindungan tersebut diberikan agar anak bertumbuh sebagaimana mestinya hingga bersosialisasi terhadap lingkungannya dengan optimal. Berarti dalam kebijakan ini perlindungan anak menjadi prioritas pemerintah dan sekolah agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.