Artidjo Alkostar berpulang dengan membawa nama baik sebagai sosok berintegritas, ’’algojo’’ koruptor, serta pria bersahaja yang memilih dekat dengan tanaman dan hewan peliharaan.
Agus D.P., Jakarta-Izzul M., Situbondo, Jawa Pos
TIAP pulang kampung ke Situbondo, Jawa Timur, saat Idul Fitri, Artidjo Alkostar biasanya akan menghabiskan waktu satu minggu. Dan, selepas silaturahmi dengan saudara-saudaranya, mantan hakim agung itu akan melampiaskan hobinya: merawat tanaman hias dan ayam jago.
’’Kebetulan dia mengoleksi banyak tanaman. Jadi, ketika pulang, tanaman-tanaman miliknya disiram dan dirawat, termasuk ayam jago kesayangannya,’’ ungkap Busyairi, keponakan Artidjo, kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.
Tapi, Idul Fitri ini pria yang dikenal sebagai ’’algojo’’ bagi para koruptor itu tidak akan bisa pulang lagi. Anggota Dewan Pengawas KPK tersebut berpulang kemarin (28/2) di Jakarta dalam usia 73 tahun.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, Artidjo meninggal pukul 14.00. Dia juga memastikan bahwa wafatnya pria yang tak dikaruniai keturunan itu bukan karena Covid-19. Rencananya, pria kelahiran Desa Kumbangsari, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, itu dimakamkan di Jogjakarta hari ini.
’’Semoga Allah SWT menerima segala amal baiknya (Artidjo) dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,’’ tutur Ali.
Sebuah kehilangan besar tak hanya bagi keluarga besarnya di Situbondo yang selalu berkumpul tiap kali dia mudik. Tapi juga bagi dunia hukum Indonesia. Dia adalah simbol hukum yang tegak, yang menempatkan semua orang sama di depan hukum.
’’Kalau berkas koruptor sampai ke meja saya, pasti tak akan lolos!’’ kata Artidjo dalam sebuah wawancara.
Dan, dia benar-benar membuktikan itu dalam karir panjangnya di dunia hukum. Selama bertugas di Mahkamah Agung (MA), Artidjo terkenal sangat galak terhadap koruptor. Dia tidak segan melipatgandakan hukuman koruptor yang mengajukan proses hukum lanjutan di MA.
Artalyta Suryani, Irawady Joenoes, Urip Tri Gunawan, Gayus Tambunan, Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Djoko Susilo, Akil Mochtar, sampai O.C. Kaligis pernah merasakan betapa garang ketukan palu Artidjo. ’’Darah Madura saya tidak memungkinkan untuk menjadi takut sama orang,’’ kata dia dalam sejumlah kesempatan.