KONDISI Kaltim bahkan Samarinda dihadapkan dengan peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi. Dipengaruhi agenda libur panjang sejak Desember 2020, seperti pilkada hingga perayaan Natal dan pergantian tahun.
Pelaksanaan disiplin protokol kesehatan juga semakin longgar, dilihat dari banyak warga yang sudah tidak menggunakan masker di tempat umum, seperti mal serta pasar tradisional hingga resepsi pernikahan, dan lainnya yang menyebabkan kerumunan. Jika masyarakat semakin abai protokol kesehatan (prokes), maka suatu keniscayaan angka terkonfirmasi bakal meningkatkan pada Maret mendatang.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim dr Nathaniel Tandirogang mengatakan, tantangan untuk wali kota baru ada empat hal yang harus diperhatikan, berdasarkan perkembangan kasus terkini juga keberadaan vaksin yang akan diberikan ke masyarakat lebih luas. Bila tetap menggunakan pola lama, seperti razia di berbagai tempat efeknya kecil. Namun, pengeluaran dan tenaga yang diperlukan cukup banyak. "Semakin ke sini masyarakat dihadapkan dengan kejenuhan, sehingga perlu treatment yang lebih dengan target meningkatkan kesadaran masyarakat tanpa paksaan dalam melaksanakan protokol kesehatan sehari-hari," ucapan.
Pola penegakan harus berubah, tidak lagi memberi sanksi kepada personal tetapi melibatkan pengelola tempat usaha. Misalnya penegakan di mal, pengelola hingga tenant harus punya pola penegakan, contohnya tidak melayani orang yang akan bertransaksi tanpa masker. "Dengan begini masyarakat akan terbiasa," jelasnya.
Ditemui terpisah, penegakan hukum di Kota Tepian masih dipandang miring. Produk hukum yang seharusnya dapat menjadi ujung tombak pemkot untuk penertiban rupanya masih tumpul.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menilai, penerapannya dinilai tebang pilih. "Kalau soal evaluasi penegakan hukum, saya pikir bisa dipastikan publik merasa hampir semua aturan yang dibuat tidak dapat diimplementasikan. Ambil contoh perda yang mengatur mengenai sungai, ada larangan pembuangan sampah ke sungai yang akan berdampak ke lingkungan. Itu tidak diterapkan," kata Herdiansyah.
Jika penerapan hukum dievaluasi secara luas, pria yang akrab disapa Castro menilai, ada aspek-aspek yang mempengaruhinya. Budaya masyarakat turut memengaruhi lemahnya implementasi aturan yang telah dibuat. Sebab, masyarakat yang terkesan acuh akan lebih banyak melanggar. Tak mengindahkan peraturan.
Dia menyorot RTRW Samarinda yang dianggap tidak berjalan. Sebab, dari segi ruang terbuka hijau yang seharusnya sebesar 30 persen tidak berjalan. "Masih banyak ekspansi tambang. Tidak ada ketegasan untuk penertiban. Kalau dinilai merusak karena ekstraktif harusnya diberikan wilayah sendiri. Jadi aturannya bermasalah, pemkot juga tidak serius," tegasnya. (dns/*/dad/dra/k8)