Beri Waktu Dua Bulan Bongkar UU ITE, Komisi III DPR Minta Rombak Total, Yakin Semua Fraksi Sepakat

- Selasa, 23 Februari 2021 | 11:34 WIB

JAKARTA– Desakan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direspons cepat pemerintah. Senin (22/2) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengumumkan Tim Kajian UU ITE. Tim khusus itu diminta mencari aturan yang harus direvisi dari UU tersebut. Mereka diberi waktu dua bulan untuk membongkar undang-undang yang kerap kali menuai kontroversi. 

Mahfud menjelaskan bahwa Tim Kajian UU ITE berasal dari tiga kementerian. Selain Kemenko Polhukam, ada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Tim yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo itu terbagi atas dua sub. 

Sub Tim I dikomandoi oleh Henri Subiakto, staf ahli Bidang Hukum Kemenkominfo. Sementara Ketua Sub Tim II Widodo Eka Tjahjana selaku Dirjen Perundang-Undangan Kemenkum HAM. ”Kedua tim dibentuk untuk membahas substansi, apa betul ada pasal karet (di UU ITE),” jelas Mahfud. Kajian tersebut penting dilakukan lantaran masih banyak perdebatan terkait dengan beberapa pasal dalam UU ITE. Bukan hanya di masyarakat, dia menyebut, di DPR pun masih jadi polemik. 

Karena itu pula, lanjut Mahfud, Presiden Joko Widodo memberi atensi dan meminta supaya ada kajian khusus untuk membongkar UU ITE. Sejak kemarin sampai dua bulan ke depan, persoalan-persoalan dalam UU ITE akan dibahas secara mendalam. ”Kalau keputusan (Tim Kajian UU ITE) harus revisi, kami akan sampaikan ke DPR,” jelasnya. Menurut Mahfud UU ITE sudah ada dalam prolegnas 2024, sehingga kemungkinan merevisi UU tersebut sangat terbuka. 

Waktu dua bulan pun tidak diberikan begitu saja, Mahfud menyebut, pihaknya sudah mempertimbangkan banyak hal. ”Karena diskusi, maka perlu waktu. Kami mengambil waktu sekitar dua bulan,” jelasnya. Sambil menunggu kajian itu, dia menyebut, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah membuat pedoman yang harus ditaati dalam proses hukum kasus-kasus UU ITE. Salah satunya, dia menyebut, pelanggaran UU ITE bersifat delik aduan. 

Menteri Kominfo Johnny G. Plate menjelaskan bahwa salah satu prinsip yang dikedepankan adalah menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Tantangan utama saat ini kata Johnny adalah menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi, kualitas kebebasan pers, kualitas berserikat, kualitas berkumpul dan kualitas menyampaikan pendapat. ”Payung hukum hulu seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden adalah salah satunya di Undang-Undang ITE,” jelasnya. 

Mengenai adanya keberatan tentang pasal dalam UU ITE yang dianggap krusial, multitafsir atau pasal karet, Johnny menegaskan hal itu telah diajukan pihak yang berkeberatan ke Mahkamah Konstitusi melalui judicial review. "Kurang lebih sebanyak 10 kali dan mendapatkan penolakan. Namun demi manfaat untuk kehidupan bermasyarakat dan kehidupan sosial, maka terbuka selalu kemungkinan dalam rangka menambah, mengurangi, mengubah untuk penyempurnaan undang-undang itu sendiri,” tandasnya. 

Dalam Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE, Johnny menegaskan peran Kominfo adalah mengkaji pedoman pelaksanaan Undang-Undang ITE khususnya pada pasal krusial seperti pasal 27, pasal 28, dan pasal 29 UU ITE.

 Meski demikian, Johnny mengatakan bahwa pedoman ini bukan norma hukum baru. Pihaknya tidak dalam rangka untuk membuat satu tafsiran terhadap undang-undang, karena hal tersebut sudah diakomodir di bagian penjelasan undang-undang. ”Penafsiran akhir dalam pelaksanaan judicial system kita bagi masyarakat pencari keadilan adalah menjadi kewenangan hakim,” jelasnya. . 

Johnny menyebut, Pedoman Pelaksanaan UU ITE diperuntukkan sebagai acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti UU ITE apabila disengketakan atau terjadi sengketa yang berkaitan dengan regulasi tersebut. “Baik itu oleh Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia atau lembaga-lembaga lainnya di ruang fisik, dan tentunya oleh Kominfo dalam menjaga ruang digital,” jelasnya. 

Menteri Johnny menyatakan bahwa suatu keniscayaan bagi Indonesia saat ini bertransformasi ke ruang digital. Sehingga di era transformasi digital dibutuhkan payung hukum yang memadai guna menjaga dan mengawal ruang digital digunakan dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang yang aman, bersih, kondusif, produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. 

Namun di sisi lain, regulasi seperti UU ITE harus mampu menjamin pemenuhan rasa keadilan masyarakat. ”Untuk itu, Saya juga menggarisbawahi betul jangan sampai dalam pelaksanaan kajian ini berdampak pada kekosongan payung hukum di dalam ruang digital,” ujarnya. 

Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengusulkan UU ITE dirombak total. Antara transaksi elektronik dengan informasi elektronik dipisah secara sendiri-sendiri karena keduanya merupakan sesuatu yang berbeda. ”Menurut saya pribadi, ini dirombak total," terang dia. 

Menurutnya, keinginan Presiden Jokowi untuk merevisi UU ITE itu muncul berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang berkembang di masyarakat. Gus Jazil,sapaan akrab Jazilul Fawaid mengatakan,awalnya undang-undang itu diputuskan untuk menjawab berbagai kejahatan elektronik, seperti transaksi palsu atau penipuan elektronik dan lainnya. Jadi, belum memasukkan unsur pencemaran nama baik. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB

ORI Soroti Pembatasan Barang

Sabtu, 13 April 2024 | 14:15 WIB

Danramil Gugur Ditembak OPM

Jumat, 12 April 2024 | 09:49 WIB
X