KPU Usul Perbanyak Hari Pemungutan Suara

- Selasa, 23 Februari 2021 | 10:33 WIB

Meski kesepakatan membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu tinggal menunggu ketok palu, penyelenggara masih berharap sebaliknya. Kalaupun tidak revisi penuh, setidaknya ada kebijakan untuk melakukan perubahan terbatas UU Pemilu.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, ada banyak hal yang harus dibenahi dalam konsep pemilihan lima kotak suara. Pembenahan tersebut tidak dapat sepenuhnya diakomodasi dalam peraturan KPU (PKPU) sebagaimana keinginan pemerintah. ”Perlu di level undang-undang, melalui revisi terbatas atau perppu,” ujarnya dalam diskusi virtual (21/2).

Pram (sapaan Pramono) menjelaskan, pengaturan di level PKPU tidak ideal. Sebab, secara hukum, kekuatan PKPU tak sekuat UU. ”Sangat rentan digugat dan dibatalkan,” imbuhnya.

Proses Pemilu 2019 menjadi contoh. Terobosan penggunaan sistem informasi partai politik (sipol) dikandaskan Bawaslu dengan alasan tidak diatur UU. Padahal, sipol digunakan sebagai upaya membuat proses pendaftaran partai lebih efisien.

Dalam Pemilu 2024 nanti, lanjut Pram, ada banyak terobosan yang harus diatur dalam UU. Yang paling krusial, menurut dia, adalah teknis pemungutan suara, mengingat beban besar petugas. Salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan adalah memperbanyak hari pemungutan suara. Cara itu tidak hanya meringankan beban petugas, tapi juga menambah opsi bagi pemilih. ”Misalnya dengan memperbolehkan early voting (memilih lebih dulu, Red). Lalu dengan drop box akan jauh lebih memudahkan,” terangnya.

Hal lain yang juga urgen dilakukan adalah mewadahi berbagai upaya digitalisasi. Mulai sipol hingga sirekap (sistem informasi rekapitulasi). Pram menilai digitalisasi diperlukan sebagai upaya mengefisienkan kerja dan anggaran.

Kemudian, di aspek hukum, mantan ketua Bawaslu Banten itu mengusulkan adanya pembatasan penanganan perkara. Belajar dari Pileg 2019 dan pilkada 2020, ada gugatan yang diputus Bawaslu pasca penetapan hasil. Hal itu menjadi problem dilematis bagi penyelenggara.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menuturkan, pemerintah dan DPR tak bisa menutup mata atas berbagai potensi masalah pemilu. Kalaupun desain keserentakan tidak hendak diubah, revisi tetap bisa dilakukan secara terbatas. Ninis (sapaan Khoirunnisa) mengakui, ada banyak hal yang perlu diatur. ”Desain penyelenggara perlu juga diperbaiki. Sekarang terkesan jalan sendiri-sendiri,” ujarnya mencontohkan.

Di sisi lain, jika pemerintah dan mayoritas fraksi ngotot tidak mau berkompromi, Ninis menilai penyelenggara perlu melakukan persiapan jauh-jauh hari. Salah satunya dengan membuat mitigasi menghadapi tahapan pemilu yang berat.

Dalam membangun mitigasi, Ninins berharap KPU, Bawaslu, dan DKPP dapat bersinergi. Dengan demikian, ke depan tidak ada upaya untuk saling ”menjegal” terobosan-terobosan yang dibuat. ”Jangan sampai, ketika KPU progresif, digugat penyelenggara lain karena tak diatur undang-undang,” pungkasnya.

Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik Piliang mengatakan, RUU Pemilu merupakan draf usulan DPR. Posisi pemerintah sendiri menolak dilakukan revisi. ”Soal revisi saya no comment. Posisi kami sami’na waato’na (baca: ikut perintah, Red),” tegasnya. (far/c9/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Minggu, 14 April 2024 | 07:12 WIB

Kemenkes Minta Publik Waspada Flu Singapura

Sabtu, 13 April 2024 | 15:55 WIB
X