PROKAL.CO,
Meski kesepakatan membatalkan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu tinggal menunggu ketok palu, penyelenggara masih berharap sebaliknya. Kalaupun tidak revisi penuh, setidaknya ada kebijakan untuk melakukan perubahan terbatas UU Pemilu.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, ada banyak hal yang harus dibenahi dalam konsep pemilihan lima kotak suara. Pembenahan tersebut tidak dapat sepenuhnya diakomodasi dalam peraturan KPU (PKPU) sebagaimana keinginan pemerintah. ”Perlu di level undang-undang, melalui revisi terbatas atau perppu,” ujarnya dalam diskusi virtual (21/2).
Pram (sapaan Pramono) menjelaskan, pengaturan di level PKPU tidak ideal. Sebab, secara hukum, kekuatan PKPU tak sekuat UU. ”Sangat rentan digugat dan dibatalkan,” imbuhnya.
Proses Pemilu 2019 menjadi contoh. Terobosan penggunaan sistem informasi partai politik (sipol) dikandaskan Bawaslu dengan alasan tidak diatur UU. Padahal, sipol digunakan sebagai upaya membuat proses pendaftaran partai lebih efisien.
Dalam Pemilu 2024 nanti, lanjut Pram, ada banyak terobosan yang harus diatur dalam UU. Yang paling krusial, menurut dia, adalah teknis pemungutan suara, mengingat beban besar petugas. Salah satu opsi yang perlu dipertimbangkan adalah memperbanyak hari pemungutan suara. Cara itu tidak hanya meringankan beban petugas, tapi juga menambah opsi bagi pemilih. ”Misalnya dengan memperbolehkan early voting (memilih lebih dulu, Red). Lalu dengan drop box akan jauh lebih memudahkan,” terangnya.
Hal lain yang juga urgen dilakukan adalah mewadahi berbagai upaya digitalisasi. Mulai sipol hingga sirekap (sistem informasi rekapitulasi). Pram menilai digitalisasi diperlukan sebagai upaya mengefisienkan kerja dan anggaran.