Aturan DP 0 Persen Kredit Mobil Belum Pacu Kredit

- Sabtu, 20 Februari 2021 | 12:32 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Kebijakan relaksasi pembiayaan diprediksi memacu kredit. Bank Indonesia (BI) bahkan yakin kredit kembali tumbuh pada triwulan I 2021, khususnya dari pembiayaan korporasi. Namun, laju kredit rumah tangga diperkirakan masih terbatas dalam tiga dan enam bulan ke depan.

Optimisme itu terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi tiga bulan mendatang yang mencapai 27,1 persen. Kebutuhan pembiayaan naik pada sektor pertambangan dan penggalian, pertanian, perikanan, kehutanan, informasi dan komunikasi, serta realestat. ’’Kebutuhan pembiayaan mayoritas untuk mendukung aktivitas operasional,’’ kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono (19/2).

Ada juga yang digunakan untuk memulihkan permintaan domestik pasca-new normal, membayar kewajiban jatuh tempo, dan investasi. Sebagian rencana kebutuhan pembiayaan korporasi menggunakan kredit bank. Namun, ada yang menggunakan dana sendiri dari laba yang ditahan.

Pada Januari 2021, pemenuhan pembiayaan melalui perbankan meningkat signifikan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dari 8,7 persen menjadi 16,5 persen. Sebab, debitur memilih pembiayaan berdasar aspek kemudahan dan kecepatan mendapat dana, biaya (suku bunga), dan optimalisasi fasilitas existing.

Di sisi lain, pembiayaan rumah tangga masih terbatas. Hasil survei permintaan pembiayaan rumah tangga pada Januari 2021 menunjukkan bahwa 86,6 persen dari total responden menyatakan tidak menambah pembiayaan. Hanya 2,4 persen responden yang berencana menambah kredit pada tiga bulan mendatang. Lalu, 2,4 persen responden baru mengajukan kredit enam bulan nanti. ’’Berdasar jenis penggunaannya, mayoritas berupa kredit multiguna (KMG), kredit pemilikan rumah, dan kredit kendaraan bermotor yang diajukan ke perbankan,’’ terang Erwin.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan kredit perbankan hanya tumbuh 2 persen pada 2021. Memang, ketika melihat likuiditas neto di pasar uang antarbank semester II 2020, rata-rata berada di kisaran Rp 230 triliun per hari. Naik hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan rerata 2019.

Begitu pula kepemilikan bank pada obligasi pemerintah yang naik sekitar Rp 630 triliun sejak akhir Januari hingga akhir Desember 2020. Itu mengonfirmasi sangat banyaknya likuiditas di sektor perbankan. Juga menggambarkan kemampuan sektor perbankan dalam menyalurkan kredit.

’’Namun, kontraksi ekonomi akibat persebaran SARS-CoV-2, upaya bank dalam menjaga kualitas asetnya di tengah sangat besarnya skala restrukturisasi pinjaman, dan kebijakan PSBB mengakibatkan pertumbuhan kredit perbankan akan tetap rendah pada 2021,’’ ulas Adrian.

Dia memperkirakan, non-performing loan (NPL) gross berada di kisaran 3,3 persen. Sementara itu, tingkat kecukupan modal perbankan (capital adequacy ratio/CAR) sekitar 24 persen.

Dari indikator sosioekonomi, Adrian menilai tahun ini berpotensi terjadi perburukan. Sejalan dengan masih rendahnya kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Mengingat, setiap tahun sekitar 2,7 juta orang masuk ke angkatan kerja. Lalu, ada 300 ribu lapangan kerja yang tercipta untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi. ’’Artinya, bila pertumbuhan ekonomi kumulatif selama 2020–2021 hanya 2 persen, pada periode itu berpotensi tercipta pengangguran sebanyak 4,5 juta orang,’’ imbuhnya. Baik pengangguran terbuka maupun setengah terbuka.

Ditambah, ada indikasi kuat bahwa telah terjadi penurunan dalam rerata pendapatan rumah tangga. Praktis, tingkat kemiskinan berpotensi naik. Maka, muara dari semua dinamika itu adalah potensi kenaikan tekanan sosial (social tension) yang membutuhkan solusi kebijakan sosial (social policy) urgen dan komprehensif.

Di sisi lain, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menuturkan, kebijakan DP 0 persen untuk kendaraan bermotor sebenarnya kurang pas. Masalah utamanya adalah masih tingginya risiko penyaluran kredit. Apalagi, kredit kendaraan bermotor yang merupakan barang bergerak memiliki risiko tinggi. ’’Pihak bank tidak mungkin langsung kasih DP 0 persen. Mereka khawatir debitur tidak mampu mencicil yang kemudian malah akan merugikan pihak bank dan jadi NPL (non-performing loan/rasio kredit bermasalah),’’ ujar Bhima kepada Jawa Pos.

Dari sisi debitur, tingginya bunga kredit kendaraan bermotor membuat DP 0 persen tetap menjadi beban. Sebab, cicilan dan bunga akan semakin berat. Memang, ketika tanpa bayar uang muka, pasti ringan di awal. Tapi, cicilan per bulan sebenarnya malah berat.

Apalagi, pandemi Covid-19 membuat penghasilan masyarakat kelas menengah yang menjadi sasaran agar membeli mobil masih terganggu. Praktis, daya beli mereka juga tertekan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X