Optimis Kredit Korporasi Tumbuh, Beli Mobil Baru Bukan Keputusan Bijak

- Sabtu, 20 Februari 2021 | 11:54 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA- Bank Indonesia (BI) yakin kredit kembali tumbuh pada triwulan I 2021. Khususnya, dari pembiayaan korporasi. Sejalan dengan upaya pemerintah yang telah menelurkan berbagai stimulus terkait relaksasi pembiayaan. Sementara, untuk laju kredit rumah tangga diperkirakan masih terbatas dalam tiga dan enam bulan ke depan.

Optimisme itu terlihat dari saldo bersih tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi tiga bulan mendatang yang mencapai 27,1 persen. Naiknya kebutuhan pembiayaan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, pertanian, perikanan, kehutanan, informasi dan komunikasi, serta real estat.

"Kebutuhan pembiayaan mayoritas untuk mendukung aktivitas operasional," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono (19/2). Ada juga yang digunakan untuk memulihkan permintaan domestik pasca new normal, membayar kewajiban jatuh tempo, dan investasi. Sebagian rencana kebutuhan pembiayaan korporasi menggunakan kredit bank. Namun, ada juga yang menggunakan dana sendiri dari laba yang ditahan.

 Pada Januari 2021, pemenuhan pembiayaan melalui perbankan meningkat signifikan dari bulan sebelumnya. Dari 8,7 persen menjadi 16,5 persen. Sebab, debitor memilih pembiayaan berdasarkan aspek kemudahan dan kecepatan mendapat dana, biaya (suku bunga), dan optimalisasi fasilitas eksisting. 

Di sisi lain, pembiayaan rumah tangga masih terbatas. Hasil survei permintaan pembiayaan rumah tangga pada Januari 2021, 86,6 persen dari total responden menyatakan tidak melakukan penambahan pembiayaan. Hanya 2,4 persen responden yang berencana menambah kredit pada tiga bulan mendatang. Juga, 2,4 persen responden baru akan mengajukan kredit enam bulan nanti.

 "Berdasar jenis penggunaannya, mayoritas berupa kredit multiguna (KMG), kredit pemilikan rumah, dam kredit kendaraaan bermotor yang diajukan ke perbankan," terang Erwin. 

Sementara itu, Kepala Ekonom bank CIMB Niaga Adrian Panggabean menyebut, kredit perbankan hanya akan tumbuh 2 persen pada 2021. Memang, ketika melihat likuiditas neto di pasar uang antar bank semester II 2020, rata-rata berada di kisaran Rp 230 triliun per hari. Naik hampir dua kali lipat dibanding rerata tahun 2019.

 Begitu pula, kepemilikan bank pada obligasi pemerintah, yang naik sekitar Rp 630 triliun sejak akhir Januari hingga akhir Desember 2020. Itu mengonfirmasi sangat banyaknya likuiditas di sektor perbankan. Sekaligus menggambarkan kemampuan sektor perbankan dalam menyalurkan kredit. 

"Namun, kontraksi ekonomi akibat persebaran SARS-CoV-2, upaya bank dalam menjaga kualitas asetnya di tengah sangat besarnya skala restrukturisasi pinjaman, dan kebijakan PSBB menyebabkan pertumbuhan kredit perbankan akan tetap rendah di 2021," ungkap Adrian.

 Dia memperkirakan, non-performing loan (NPL) gross akan berada di kisaran 3,3 persen. Sedangkan, tingkat kecukupan modal perbankan (capital adequacy ratio/CAR) sekitar 24 persen. 

Dari indikator sosioekonomi, Adrin menilai tahun ini berpotensi perburukan. Sejalan dengan masih rendahnya kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Mengingat, setiap tahunnya, sekitar 2,7 juta orang masuk ke angkatan kerja. Lalu, ada 300 ribu lapangan kerja yang tercipta untuk setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi. 

"Artinya, bila pertumbuhan ekonomi kumulatif selama 2020-2021 hanya sebesar 2 persen, maka pada periode itu berpotensi terciptanya pengangguran sebanyak 4,5 juta orang," imbuhnya. Baik pengangguran terbuka dan setengah terbuka. 

Ditambah, ada indikasi kuat bahwa telah terjadi penurunan dalam rerata pendapatan rumah tangga. Praktis, tingkat kemiskinan memang berpotensi naik. Maka, muara dari semua dinamika ini adalah pada potensi kenaikan tekanan sosial (social tension) yang membutuhkan solusi kebijakan sosial (social policy) urgen dan komprehensif. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yu dhistira Adhinegara menuturkan, kebijakan DP 0 persen untuk kendaraan bermotor sebenarnya kurang pas. Masalah utamanya adalah masih tingginya risiko penyaluran kredit. Apalagi kredit kendaraan bermotor yang merupajan barang bergerak memiliki risiko tinggi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X