Penyesuaian Upah Tak Boleh Langgar UMP

- Sabtu, 20 Februari 2021 | 11:31 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Pengusaha menyambut baik aturan baru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait pelaksanaan upah di industri padat karya. Mereka yakin aturan ini bisa menyelamatkan seluruh pihak, baik pengusaha maupun pekerja di masa pandemi corona.

SAMARINDA – Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Dalam peraturan tersebut, pengusaha yang terdampak pandemi bisa melakukan penyesuaian upah buruh.

Jenis industri yang dapat melakukan itu, antara lain industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang kulit, industri alas kaki, industri mainan anak, serta industri furnitur. Namun, penyesuaian upah harus disepakati bersama antara perusahaan dan buruh. Kesepakatan itu bisa dilakukan dengan cara musyawarah yang dilandasi kekeluargaan, transparansi, dan iktikad baik.

Kesepakatan yang dibuat minimal harus memuat besaran upah, cara pembayaran upah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan paling lama 31 Desember 2021. Kesepakatan itu harus disampaikan pengusaha kepada buruh.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan, penyesuaian upah dipastikan tidak akan membuat upah karyawan menurun. Sebab, minimal upah itu akan mengacu pada UMP masing-masing daerah. Sedangkan di atas UMP akan menggunakan struktur dan skala upah sesuai jabatan masing-masing.

“Makanya perjanjian kerja bersama di dalam perusahaan penting, untuk mengarah ke situ, misalnya untuk kenaikan upah, nanti akan dirundingkan sesuai kemampuan perusahaan,” jelasnya, Kamis (18/2).

Menurutnya, penyesuaian yang diatur Kemenaker tersebut tidak akan menurunkan upah karyawan di bawah UMP. Sebab, ada aturan yang tidak bisa dilanggar oleh perusahaan. Aturan ini hanya akan mengatur struktur skala upah di dalam perusahaan. “Bukan menurunkan upah, perlu digarisbawahi bahwa peraturan baru ini hanya akan mengatur skala upah, tidak menurunkan upah,” tegasnya.

Dalam situasi pandemi memang harus banyak dimaklumi, apalagi perihal menurunkan upah. Sebab, PHK dan karyawan yang dirumahkan terjadi di mana-mana. Tapi, kembali kepada kesepakatan bersama jika memang perlu menurunkan upah untuk menghindari PHK. “Itu gunanya ada struktur skala upah agar bisa berunding antara perusahaan dan karyawan, sehingga bisa dicari jalan keluarnya bersama,” terangnya.

Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Dayang Donna Faroek mengatakan, aturan Kemenaker tersebut hanya diterapkan pada industri padat karya. Di Kaltim, Industri padat karya yang masih jalan hanya beberapa seperti pabrik kayu lapis dan lainnya. Sedangkan usaha-usaha industri mainan, makanan dan sebagainya didominasi UMKM.

Berbeda dengan Pulau Jawa, di mana industri-industri menjamur dan membantu banyak penyerapan tenaga kerja. Dalam peraturan tersebut diperkenankan melakukan penyesuaian dengan syarat adanya kesepakatan dilandasi musyawarah mufakat secara kekeluargaan dan hanya untuk kondisi pandemi. “Jadi, ini bukan pengurangan upah, tapi penyesuaian,” jelasnya.

Seperti misalnya, penyesuaian jam kerja yang tadinya misalnya upahnya Rp 5 juta dengan durasi kerja 8 jam per sif (1 jam istirahat) selama 25 hari kerja, disesuaikan waktu kerjanya misalnya jadi 20 hari saja, atau jam sifnya disesuaikan jadi 5 jam dengan tujuan menyesuaikan kemampuan dan juga membantu proses menjaga protokol kesehatan. “Dampak penyesuaian adalah upah tidak diterima full,” katanya.

Menurutnya, hal ini bisa banyak membantu usaha bisa menemukan titik terang agar tetap beroperasi, masyarakat juga bisa terjaga kesehatan dan tetap produktif serta menghasilkan. Walaupun memang di Kaltim jumlah padat karya sangat sedikit, kebanyakan industri Kaltim bergerak pada padat modal seperti pertambangan, migas, dan lainnya semua padat modal.

“Sehingga nantinya aturan itu tidak banyak mengubah upah di Kaltim, karena hanya mengacu pada industri padat karya,” pungkasnya.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, kebijakan itu jelas akan mengurangi beban pengusaha. Pasalnya, pengusaha bisa melakukan musyawarah dengan buruh dalam hal pengupahan. Di sisi lain, musyawarah terkait pengupahan itu akan membuat pembayaran upah lebih fleksibel. Dengan demikian, akan mengurangi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB
X