Inggris Dorong Gencatan Senjata di Zona Konflik, Agar Ratusan Juta Penduduk Bisa Divaksin

- Kamis, 18 Februari 2021 | 13:26 WIB
Perang masih berkecamuk di Afghanistan.
Perang masih berkecamuk di Afghanistan.

LONDON– Vaksinasi Covid-19 harus dilakukan menyeluruh secara global. Termasuk di daerah-daerah konflik. Hal itu ditekankan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dalam rapat dengan Dewan Keamanan (DK) PBB (17/2). Dia berusaha mengajak anggota DK PBB menyetujui resolusi, yang menyerukan agar gencatan senjata dilakukan di negara-negara konflik seperti Somalia, Sudan Selatan, Ethiopia, dan Yaman. Tujuannya, vaksin bisa didistribusikan dan diberikan kepada penduduk.

”Dunia memiliki kewajiban moral untuk bertindak,” tegasnya seperti dikutip Agence France-Presse. ”Cakupan vaksinasi global sangat penting untuk melawan virus korona,” tambahnya.

Ada lebih dari 160 juta orang di seluruh dunia yang berisiko tidak menerima vaksin Covid-19. Mayoritas ada di daerah konflik. Hal tersebut potensial meningkatkan risiko mutasi virus. Termasuk mengganggu upaya global mengatasi pandemi.

Gencatan senjata demi vaksinasi bukan kali pertama terjadi. Di Afghanistan, pada 2000 dan 2001, dua faksi yang berseberangan sepakat berhenti berperang. Tujuannya ialah memberikan kesempatan bagi 10 juta anak mendapatkan vaksin polio.

Rapat DK PBB itu merupakan inisiatif Inggris yang kini menduduki posisi presiden dari badan yang beranggota 15 negara tersebut. Selain membahas isu di atas, rapat itu menyerap keluhan dari negara-negara anggota terkait pembagian vaksin Covid-19 yang dirasa tidak adil.

Berdasar penelitian dari Pusat Inovasi Kesehatan Global Duke University, negara-negara kaya telah memesan 4,2 miliar dosis vaksin Covid-19. Di pihak lain, negara-negara miskin hanya mampu mengamankan 670 juta dosis. Itu pun sebagian ikut program Oxfam milik WHO.

Pernyataan Inggris di DK PBB sejatinya berbanding terbalik dengan sikap yang mereka ambil. Mereka telah memesan 407 juta dosis, setara dengan empat kali lipat populasi penduduk dewasa di negara Britania itu. Beberapa hari lalu Inggris juga menyetujui penjualan senjata ke Arab Saudi. Ironisnya, senjata tersebut dipakai untuk perang di Yaman. Dengan kata lain, konflik di negara itu akan terus berkobar dengan suplai tersebut.

”Negara-negara termiskin yang mengalami konflik berisiko tidak mendapatkan vaksin apa pun tanpa peningkatan produksi besar-besaran secara global,” ujar Sam Nadel, kepala kebijakan dan advokasi Oxfam.

Nadel meminta ilmu dan pengetahuan tentang vaksin tidak lagi diperlakukan sebagai milik pribadi segelintir perusahaan farmasi. Tetapi bisa dibagikan dengan produsen yang memenuhi syarat di seluruh dunia. Dengan begitu, distribusinya jadi lebih mudah.

Sebelum pertemuan dengan anggota DK PBB, Inggris menyatakan ingin mendukung akses yang adil atas vaksin Covid-19. Mereka menginginkan kerja sama yang lebih besar untuk membantu negara-negara miskin dalam penyimpanan vaksin dan mengelola rantai pasokan kompleks guna memproduksi tiap dosis.

Di sisi lain, memulai gencatan senjata juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, bagi negara berkonflik yang sudah memiliki vaksin pun, proses distribusi masih jadi kendala. Jalur Gaza, Palestina, adalah salah satu contoh nyata.

Israel memblokade truk berisi vaksin yang dikirimkan pemerintah Palestina ke Jalur Gaza Selasa (16/2). Padahal, pemerintah sudah mengirimkan permintaan secara resmi agar pengiriman 2 ribu dosis vaksin dari Ramallah ke Jalur Gaza diperbolehkan lewat. Palestina memakai vaksin buatan Rusia Sputnik V. ”Israel bertanggung jawab penuh atas pemblokadean pengiriman 2 ribu dosis vaksin yang diperoleh Palestina,” tegas Menteri Kesehatan Otoritas Palestina Mai Alkaila.

Versi Israel, Palestina hanya izin mengirim seribu dosis. Karena itu, Israel menahan pengiriman tersebut. Di pihak lain, salah seorang pejabat di Kementerian Pertahanan menjelaskan bahwa Dewan Keamanan Nasional Israel sedang mempelajari permintaan Palestina.

Angka vaksinasi Israel cukup tinggi. Saat ini 44 persen populasi penduduk sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19. Hal itu berbanding terbalik dengan Palestina yang belum memulai proses vaksinasi sama sekali. (sha/c9/bay)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X