Perlu Perluas Sasaran Pajak Mobil Baru, Potential Loss Bisa Mencapai Rp 2,3 T

- Kamis, 18 Februari 2021 | 12:54 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Mulai bulan depan, pemerintah akan memberlakukan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap mobil baru. Kebijakan itu berupa insentif penurunan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan kapasitas mesin di bawah 1500 cc. Yakni, untuk kategori sedan dan 4x2.

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso berharap, kebijakan itu bisa mendongkrak daya beli masyarakat kelas menengah terhadap kendaraan bermotor. Industri otomotif yang sempat terpukul pandemi juga diharapkan membaik. Target pemerintah dengan kebijakan itu adalah local purchase kendaraan bermotor hingga di atas 70 persen.

Kebijakan tersebut, menurut Susi, akan menimbulkan potential loss yang cukup besar. Dia menaksir, pendapatan negara akan susut hingga Rp 2,3 triliun. ”Dengan pengurangan PPnBM potential penurunan revenue-nya barang kali Rp 1 triliun hingga Rp 2,3 triliun,’’ ujarnya dalam diskusi virtual (16/2).

Namun, dia yakin ada banyak dampak positif dari kebijakan tersebut. Susi menambahkan, relaksasi PPnBM lebih menyasar masyarakat menengah ke bawah. Tepatnya, konsumen kendaraan yang kapasitas mesinnya di bawah 1.500 cc. Sepanjang tahun lalu, share kendaraan tersebut mencapai 40,8 persen.

Insentif tersebut, menurut Susi, sengaja digulirkan sekarang untuk mengejar momen pertumbuhan ekonomi awal tahun. Juga, agar pas dengan momen Ramadan dan Idul Fitri. ”Saat permintaan naik, produksi akan terdorong untuk tumbuh. Ketika industri ini tumbuh, penerimaan pajak sektor lain juga akan naik,’’ urainya.

Pemulihan industri otomotif tentu akan berdampak bagi industri turunannya. Sebab, industri otomotif memiliki keterkaitan dengan industri lainnya. Industri tersebut menyerap sekitar 59 persen industri bahan baku. Industri pendukung otomotif menyumbangkan angkatan kerja sebesar lebih dari 1,5 juta orang. Kontribusinya untuk PDB mencapai Rp 700 triliun.

Di sisi lain, pengamat ekonomi Piter Abdullah menganggap kebijakan itu kurang efektif meningkatkan konsumsi masyarakat. Relaksasi tersebut tidak pas jika sasarannya adalah kelas menengah ke bawah. Sebab, kelompok masyarakat itu terkena dampak terberat pandemi Covid-19.

Piter menegaskan, efektivitas relaksasi PPnBM untuk masyarakat kelas menengah ke bawah lebih kecil ketimbang jika sasarannya adalah masyarakat kelas menengah ke atas. Karena itu, dia usul sasaran relaksasi PPnBM diperluas.

”Tidak harus sama. Pada kelompok ini bisa diberikan potongan 50 persen. Dengan demikian, dua kelompok, menengah bawah dan menengah atas, sama-sama mendapatkan insentif,’’ tuturnya.

Sementara itu, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memprediksi penjualan mobil meningkat hingga 40 persen per bulan begitu relaksasi berlaku. ”Perkiraan kami pada Maret, April, Mei, ini penjualan bisa meningkat dari 50 ribu unit per bulan menjadi 60–70 ribu unit per bulan. Karena memang segmen mobil yang diberikan stimulus itu memang yang terbesar (pasarnya, Red),” ujar Jongkie.

Dia menilai, kebijakan tersebut sudah tepat untuk menolong industri otomotif meskipun insentif hanya diberikan selama tiga bulan. ”Dari pemerintah dikasih waktu tiga bulan agar pabrik mobil bisa bikin dan jual mobil sebanyak-banyaknya. Jangan sampai pabrik mobil dan komponen ada PHK,” tegasnya.

Gaikindo optimistis insentif menjadi angin segar bagi industri kendaraan roda empat nasional. Target penjualan tahunan yang berkisar 750.000 unit tahun ini bakal tercapai. Diketahui, realisasi penjualan mobil baru di dalam negeri tahun lalu turun tajam sampai 48,3 persen dibandingkan pencapaian pada 2019 seiring dampak Covid-19.

Dengan stimulus tersebut, Gaikindo cukup optimistis penjualan mobil bisa mencapai 750.000 unit pada 2021. ”Kami berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan aturan terkait untuk memberikan kepastian dan kejelasan kepada pelaku usaha,” pungkas Jongkie. (dee/agf/c13/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X