Pengembang Harapkan Keringanan BPHTB dan PPN Properti

- Kamis, 18 Februari 2021 | 12:53 WIB
Penyaluran KPR BTN.
Penyaluran KPR BTN.

JAKARTA– Dalam laporan resminya, Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa pasar properti residensial masih lesu. Penurunan penjualan terjadi pada seluruh tipe rumah sepanjang tahun lalu. Indonesia Properti Watch (IPW) meminta pemerintah turun tangan dengan memberikan keringanan. Itu bisa menjadi pemantik agar pasar properti kembali bergairah.

Indeks harga properti residensial (IHPR) Bank Indonesia (BI) pada triwulan IV 2020 hanya tumbuh 1,43 persen year-on-year (YoY). Angka tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat 1,51 persen YoY.

Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono menyebut persebaran virus SARS-CoV-2 yang belum terkendali membuat permintaan hunian rendah. Jika kondisi itu berlanjut, IHPR diperkirakan hanya tumbuh 1,17 persen YoY pada triwulan I tahun ini.

Pertumbuhan volume penjualan properti residensial juga masih berada pada zona negatif. Yakni, masih minus 20,59 persen YoY. ’’Penurunan penjualan properti residensial terjadi pada semua tipe rumah,” kata Erwin (16/2).

Terpisah, CEO IPW Ali Tranghanda meminta pemerintah segera menurunkan tarif BPHTB (biaya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan) menjadi 2,5 persen. Dia juga mengusulkan pengurangan PPN (pajak pertambahan nilai) khusus untuk segmen menengah. Mengingat, biayanya cukup tinggi dan memberatkan.

Sebagai gambaran, pembeli rumah senilai Rp 450 juta harus membayar PPN 10 persen. Atau, Rp 45 juta. Sementara itu, pembelian rumah second alias bekas tidak dikenai PPN.

Selain PPN, pembeli akan dikenai biaya BPHTB. Tarifnya 5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). Pembuatan akta dan sertifikat juga menelan biaya sampai 2,5 persen. ’’Dengan harga jual tersebut, setidaknya pembeli harus menyiapkan lagi uang sekitar Rp 33 jutaan untuk biaya-biaya itu,” beber Ali kepada Jawa Pos.

Jika pembeli memilih KPR (kredit pemilikan rumah), masih ada lagi biaya yang harus disiapkan. Misalnya, biaya notaris, appraisal, administrasi proses, dan asuransi.

Total biaya berkisar 4,9 sampai 5,5 persen dari nilai transaksi setelah dikurangi NPOPTKP. Besaran tersebut juga bergantung pada usia pembeli.

’’Jadi, total biaya lain-lain yang harus dikeluarkan untuk membeli rumah Rp 450 juta sebesar Rp 56 juta lagi. Atau berkisar 12 sampai 13 persen dari harga beli,” ungkap Ali. Artinya, meski penghasilan pembeli memenuhi syarat, mereka juga harus memiliki tabungan sebesar biaya lain-lain itu.

Masalahnya, ketika masyarakat terlalu lama menabung, harga rumah semakin naik dan tidak akan terkejar. Maka, banyak pengembang berstrategi tanpa uang muka, bebas BPTHB, biaya akad, dan biaya lainnya. Itu dilakukan agar konsumen mudah membeli rumah.

Menurut Ali, pajak pembelian rumah di Indonesia masih mahal. Belum lagi biaya-biaya lainnya. ’’Khususnya biaya BPHTB seharusnya dikurangi 2,5 persen. Ini dijamin pasti memberikan peningkatan luar biasa bagi pasar properti di tanah air,” tegasnya. (han/c6/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB

Desa Wisata Pela Semakin Dikenal

Selasa, 16 April 2024 | 11:50 WIB

Pekerjaan Rumah Gubernur Kaltim

Selasa, 16 April 2024 | 09:51 WIB

Usulkan Budi Daya Madu Kelulut dan Tata Boga

Selasa, 16 April 2024 | 09:02 WIB

Di Balikpapan, Kunjungan ke Mal Naik 23 Persen

Senin, 15 April 2024 | 17:45 WIB

Libur Lebaran, Okupansi Hotel di Kaltim Meningkat

Senin, 15 April 2024 | 12:00 WIB

Supaya Aman, Membeli Properti pun Ada Caranya

Senin, 15 April 2024 | 10:30 WIB
X