BUNYI gendang/tambur (drum), tong-tong (gong), dan ceng-ceng (simbal) kerap terdengar di pelataran Kelenteng Guang De Miao, Balikpapan saat perayaan Tahun Baru Imlek. Ketiga alat musik tersebut merupakan instrumen pokok yang menjadi ciri khas pertunjukan barongsai. Namun, pemandangan itu tak terlihat tadi malam (11/2).
Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, warga atau anak-anak yang tinggal di sekitar kelenteng pun berdatang demi bisa menyaksikan kemeriahan menyambut tahun baru warga Tionghoa itu. Semua suku dan tanpa melihat latar agama berkumpul menikmati waktu.
Sesuai kepercayaan Tionghoa, atraksi barongsai ditampilkan untuk membawa keberuntungan dan mengusir roh jahat. Namun, tahun ini, perayaan Imlek jauh lebih sederhana. Tanpa adanya atraksi barongsai. Tak ada keriuhan. Tak ada saling temu setelah melaksanakan sembahyang atau kumpul keluarga besar dan sanak saudara.
Seperti tadi malam, proses ibadah menyambut malam tahun baru di Kelenteng Guang De Miao dilakukan terbatas. Juga mengikuti protokol kesehatan.
Dari pantauan Kaltim Post di Kelenteng Guang De Miao, sejak pukul 21.00 Wita, beberapa umat Tionghoa menjalani satu demi satu sesi ibadah. Mulai berdoa hingga membakar dupa sembari memohon keselamatan.
Terlihat suasana berbeda akibat masih mewabahnya Covid-19 di Kota Minyak. Meski begitu, tak mengurangi kekhidmatan proses ibadah. Dengan masker yang tetap terpasang di wajah mereka.
Ketua Pengurus Kelenteng Guang De Miao Hindro Arie Wijaya mengatakan, pihaknya terus menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan pemerintah. Salah satunya melakukan pembatasan terhadap jumlah pengunjung yakni 50 persen.
Kendati begitu, diakuinya, tanpa pembatasan pun, umat yang beribadah di kelenteng tentu berkurang. Sebagian besar warga kota masih khawatir. Ditambah tingkat kasus aktif pandemi Covid-19 per harinya cukup tinggi.
“Kami mengikuti aturan pemerintah, begitu pula dengan semua umat. Apalagi di situasi seperti ini, perayaan terlihat ala kadarnya. Yang penting kami tetap memberi pelayanan dan tempat untuk beribadah,” jelas dia.
Selain itu, dia menyebut, puncak perayaan malam tahun baru dilaksanakan pukul 24.00 Wita. Biasanya pada malam itu umat akan ramai berdatangan. Walau berdasar pada dugaannya, jumlahnya akan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ia memastikan, tidak akan ada rangkaian acara seperti yang biasa diselenggarakan. Seperti membaca doa bersama di pelataran kelenteng dan pertunjukan barongsai yang menjadi ciri khas perayaan ini.
Salah satu pengunjung, Jimmy, yang tengah beribadah turut merasakan aura yang tak lazim. Baginya, perbedaan tampak jelas pada perayaan yang tergelar.
Kata dia, perayaan Imlek tahun lalu warga Tionghoa berkumpul di kelenteng. Bahkan mengantre untuk melaksanakan proses ibadah. “Kalau dulu sangat meriah di sini. Kami harus antre karena tempat ibadah penuh. Ya, sekarang jelas sangat sepi,” tuturnya.
Pria berusia 28 tahun itu mengaku prihatin menyambut hari besar umat Tionghoa dengan situasi yang tidak baik-baik saja. Rasa sedih kian menyelimutinya saat berada di kelenteng. Dengan harapan wabah pandemi Covid-19 segera berakhir.