UMKM Harus Jeli Lihat Peluang untuk Bertahan

- Jumat, 12 Februari 2021 | 10:57 WIB
ilustrasi
ilustrasi

BALIKPAPAN- Pandemi Covid-19 yang tak kunjung reda diprediksi membuat ekonomi masih tertekan tahun ini. Terutama di sektor industri usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), di mana survei LPEM UI dan UNDP pada 2020 mengungkapkan lebih dari 88 persen UMKM mengalami penurunan margin keuntungan selama pandemi hingga Agustus 2020.

Namun, Ekonom Universitas Indonesia dan Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal meyakini UMKM berpeluang untuk rebound dari dampak pandemi. Beberapa hal yang dapat mendukung pemulihan tersebut antara lain adanya intervensi pemerintah dalam hal kesehatan dan fiskal.

Ia menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksi akan memulihkan ke angka 4 hingga 6 persen pada 2021. Sedangkan untuk Kaltim di angka 2-2,5 persen. “Intervensi kesehatan seperti vaksinasi akan mempercepat pemulihan konsumsi serta mengembalikan potensi investasi yang lebih luas. Lalu, intervensi fiskal dengan menambah stimulus hingga dua kali lipat di tahun 2021 akan menggairahkan sektor UMKM,” jelas Fithra.

Lebih spesifik, Fithra menyoroti sebagian UMKM yang berhasil bertahan dengan mengandalkan ICT (information, communication, and technology). Adopsi teknologi ini bisa jadi focal point untuk mendongkrak transaksi bahkan hingga ratusan persen. Banyaknya pelaku UMKM Indonesia yang sigap mengadopsi teknologi untuk bertahan.

CEO Qasir Michael Williem menyatakan, perusahaan melihat langsung beberapa pelaku UMKM yang harus berjuang untuk mempertahankan usaha, melakukan perubahan bisnis, bahkan harus sampai gulung tikar. Sebagai perusahaan penyedia platform POS untuk usahawan nano dan mikro, Qasir mendapati mitra-mitra usahawan yang bertahan adalah mereka yang sigap melakukan adaptasi. Baik itu adaptasi atas penerapan protokol kesehatan, juga adaptasi teknologi.

"Tidak dapat dimungkiri, transformasi digital membuat UMKM menjadi lebih berdaya saing. Misalnya ketika pelaku bisnis UMKM menjalin kemitraan dengan layanan pengiriman online, kolaborasi dengan platform e-commerce dalam menjalankan promo, program bundling, dan strategi lain yang tujuannya membuat produk berputar terus,“ tutur Michael.

Strategi kedua yang dilihat Michael adalah kemampuan pelaku UMKM untuk menarget kebutuhan baru yang muncul di era kenormalan baru. “Ambil contoh bisnis kuliner. Sebelum pandemi, tipe kuliner yang dijual cukup standar jenisnya. Saat ini, kita lihat ada kopi kemasan literan, kue-kue kekinian yang biasanya ada di kafe high-end, sekarang bisa dibeli dengan harga terjangkau,” tuturnya.

Belum lagi jika bicara soal segmen bisnis hobi seperti tanaman hias, kerajinan dan lainnya. Banyak sekali usaha-usaha baru justru bermunculan di masa pandemi dan menarget generasi milenial yang digital savvy ini sebagai pangsa pasar. “Secara tidak langsung, kemunculan usahawan baru ini juga berdampak positif pada bisnis kami selama 2020 lalu," jelasnya.

Melihat daya tahan dan kreativitas pelaku usaha mikro saat ini, Michael cukup optimistis UMKM Indonesia dapat kembali pulih pada 2021. Pola strategi bertahan UMKM di tahun ini seharusnya tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Beberapa langkah serius yang bisa dilakukan antara lain mulai mengusahakan agar bisnis punya status formal dan merapikan pencatatan usaha.

“Misalnya untuk usahawan baru yang sebelumnya masih mengandalkan proses manajerial bisnis secara manual, mulai dari arus kas, pengecekan stok barang atau hingga operasional inventaris lainnya, dapat mulai beralih ke layanan digital. Dengan begitu, pelaku bisnis dapat fokus pada perencanaan bisnisnya, bahkan mungkin bisa mulai melakukan ekspansi pasar walaupun di tengah kondisi yang serba tidak pasti akibat pandemi Covid-19,” tambah pria yang akrab disapa Mike ini.

Proses transformasi digital UMKM dapat dilihat dengan semakin besarnya jumlah pengguna e-commerce di Indonesia. Tercatat bahwa pertumbuhan volume transaksi e-commerce pada September 2020 mengalami peningkatan 79,38 persen secara tahunan (year on year/yoy), sebesar 150,16 juta transaksi dengan jumlah UMKM yang berhasil go digital melampaui 9 juta.

Hal ini juga diperkuat dengan jumlah pelaku UMKM yang mulai menggunakan layanan POS untuk memudahkan layanan jual-beli mereka secara online. Qasir misalnya, sebagai salah satu penyedia layanan POS, mencatat pertumbuhan user-nya yang mencapai 500.000 lebih di tahun yang notabene penuh dengan tekanan tersebut.

Michael berharap, akan lebih banyak usahawan mikro yang tidak ragu lagi untuk memulai adaptasi teknologi dan digitalisasi untuk mempermudah kegiatan operasionalnya. “Saya rasa hal ini juga pekerjaan rumah bagi kami pelaku start-up, agar terus memfamiliarkan layanan-layanan digital, seperti mPOS dari Qasir kepada banyak usahawan. Karena kami menyaksikan sendiri, UMKM yang berdaya saing, akan lebih punya daya tahan dari gempuran pandemi ataupun risiko usaha lainnya,” tutupnya. (aji/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X