Setelah Tetapkan Enam Tersangka, Polisi Usut Keterlibatan Pihak Lain

- Kamis, 11 Februari 2021 | 13:54 WIB
Alm Herman
Alm Herman

BALIKPAPAN – Kasus kekerasan terhadap tahanan harus dihentikan. Caranya bisa dimulai dengan memperbaiki kurikulum pendidikan polisi. Tidak boleh lagi ada kasus penyiksaan hingga tewas seperti yang dialami Herman, warga Balikpapan.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik. Menurut dia, sudah saatnya dilakukan perubahan kurikulum kepolisian. Komnas HAM, lanjut dia, sudah membicarakan masalah tersebut dengan Polri. Sebab, Polri juga meminta saran dari Komnas HAM.

“Kami sepakat untuk merevisi lagi kurikulum pelatihannya,” ungkap Damanik. “Komnas HAM juga diminta untuk (masuk) sampai di sekolah kepolisian. Akpol (akademi kepolisian), SPN (Sekolah Polisi Nasional)-nya. Sejak dini mereka dikasih tahu standar hak asasi,” lanjutnya. Dengan bekal pelatihan itu, para polisi diharapkan tidak sembarangan ketika bertugas.

Menurut Damanik, pemahaman itu tidak hanya penting bagi aparat kepolisian. Personel TNI juga harus diberi tahu. Sebab, mereka juga punya polisi militer. Demikian pula petugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Dengan begitu, target menghilangkan praktik kekerasan dan penyiksaan terhadap tahanan, apalagi sampai meninggal, benar-benar hilang.

Komnas HAM, lanjut Damanik, terus mendorong agar kasus-kasus dugaan penyiksaan terhadap tahanan diproses hukum. Tidak berhenti di mekanisme internal kepolisian. Apalagi, Selasa lalu (9/2), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyatakan akan berusaha meningkatkan perlindungan HAM di Indonesia.

Khususnya melalui ratifikasi protokol opsional konvensi internasional menentang penyiksaan atau OPCAT. “Menko sangat concern dengan itu, pembenahan ruang tahanan istilah kami,” terang Damanik. Hal itu penting lantaran Komnas HAM menilai tidak ada toleransi untuk penyiksaan.

Dalam waktu dekat, Damanik akan berbicara langsung di hadapan para pimpinan Polri. Dia mengaku sudah mendapat lampu hijau dari Polri untuk mengisi salah satu sesi dalam rapat pimpinan TNI-Polri. “Saya akan angkat isu bahwa kepolisian kita perlu betul-betul memerhatikan proses penanganan tahanan,” ujarnya. Diharapkan mereka paham dan mengerti bahwa tidak boleh ada lagi kekerasan, apalagi penyiksaan tahanan.

Damanik tak menampik, organisasi-organisasi yang concern mengawal isu HAM sering mendapat laporan. Demikian pula Komnas HAM. Karena itu, dia ingin ada perubahan. Supaya tidak ada lagi Herman-Herman berikutnya. “Polri juga mengakui. Jadi, mereka juga sebenarnya pusing bagaimana mengatasi persoalan-persoalan di bawah,” imbuhnya.

Sementara itu, pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menjelaskan, arogansi oknum-oknum anggota kepolisian muncul karena ketidakpahaman pada aturan hukum dan SOP. Akibatnya, mereka berpikir seolah kebal hukum sebagai penegak hukum. “Padahal, tidak ada yang kebal hukum,” tuturnya.

Dia menuturkan, polisi seharusnya paham bahwa tersangka, bahkan terpidana, memiliki hak-hak yang dilindungi undang-undang. “Inilah yang perlu dipahami,” terangnya kepada Jawa Pos kemarin.

Di bidang pengawasan juga terdapat kelemahan. Selama ini dalam memperlakukan tersangka pelanggaran hukum, tidak ada pengawasan yang ketat. Bila dilihat dalam kasus meninggalnya Ustaz Maaher, seharusnya bagian Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri memastikan bahwa seseorang yang diperiksa dan ditahan benar-benar sehat. Sebelum dilakukan tindakan paksa semacam itu. “Ini peran Pusdokkes Polri yang utama,” jelasnya.

Di sisi lain, Kadivhumas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut, pemeriksaan terhadap oknum anggota kepolisian yang melanggar aturan akan dilakukan dengan transparan. Semua yang terlibat telah diberi sanksi. Baik sanksi pidana maupun kode etik. “Semua pasti diproses. Di Solok satu tersangka dan lima lain kode etik. Lalu, di Balikpapan, semua tersangka,” tegasnya.

Mabes Polri dan Polda Kaltim terus mengusut kasus penganiayaan yang menewaskan Herman, warga Balikpapan. Setelah menetapkan enam anggota Polresta Balikpapan sebagai tersangka, polisi kini mengusut dugaan keterlibatan pihak lain. Sebab, ada kemungkinan pelaku penganiayaan bukan hanya enam polisi tersebut.

“Pengembangan masih berjalan,” kata Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Ade Yaya Suryana. Pemeriksaan lanjutan tetap dilakukan tim penyidik Ditreskrimum dan Bid Propam Polda Kaltim. Mereka juga yang menetapkan tersangka pada enam polisi itu. Yakni berinisial, RH, KKA, AGS, GSR, ASR, dan RSS. Enam orang tersebut bertugas di regu yang sama. Ada satu orang berpangkat inspektur satu (iptu). Lima lainnya berpangkat ajun inspektur hingga brigadir.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X