Bambang Iswanto
Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda
PEMANDANGAN yang menunjukkan wajah asli Indonesia terlihat setelah gempa Sulawesi Barat (Sulbar) dan banjir bandang Banjarmasin. Masyarakat Indonesia yang tidak terkena bencana seolah berlomba membantu penderitaan saudara sebangsa yang terkena bencana.
Posko-posko penggalangan bantuan membanjir sudut-sudut jalan strategis. Para relawan dari semua kalangan turun ke jalan dan tempat-tempat keramaian. Mereka menghimpun bantuan berupa uang dan harta lain yang bisa bermanfaat bagi korban bencana.
Urusan bantu membantu tidak mengenal kasta dan golongan. Dari yang berbaju rapi berseragam sampai pakaian ala preman, wajah menarik sampai sangar semua berbaur memburu uluran para dermawan.
Itulah memang sebenarnya karakter dan budaya asli orang Indonesia yang sejak zaman dulu terkenal dengan gotong royong dan solidaritasnya. Gotong royong dan solidaritas tidak lepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia. Keduanya berakar dari nilai luhur yang sudah dijalankan oleh para leluhur bangsa jauh sebelum Indonesia berbentuk negara.
Bencana membuat nilai-nilai luhur itu tampak kembali pada seluruh masyarakat Indonesia. Bencana juga membuat beberapa komponen masyarakat yang sempat retak akibat “jualan politik” di kontestasi pemilu, kembali bersatu. Tidak ada label cebong dan kampret, pendukung calon si A atau B, dan seterusnya. Keinginan mereka hanya satu, membantu meringankan beban penderitaan korban bencana.
Mereka juga tidak peduli, siapa yang akan dibantu. Sepaham atau tidak, satu partai atau tidak, satu agama atau beda, semua korban harus dibantu.
Mungkin itulah salah satu hikmah yang bisa diambil dari munculnya bencana. Munculnya hal yang menakutkan dari Sang Pencipta mampu membuat masyarakat bersatu dalam ikatan empati yang kuat. Kemudian melahirkan kembali sifat asli orang Indonesia yang berbudaya dan religius yaitu gotong royong dan solider.
Banyak orang berdebat tentang apa yang menjadi sebab bencana turun. Debat yang tidak berkesudahan. Apakah karena azab, teguran, atau cobaan dan lain-lain. Tetapi semua sepakat bahwa bencana pasti menyengsarakan orang yang tertimpa. Tentang hikmahnya, ada orang yang bisa mencarinya meskipun sebagian lain melewatkan sebuah peristiwa bencana tanpa mengambil pelajaran apapun.
Indonesia saat ini mengalami bencana kuadrat, bencana bertumpuk bencana. Bencana non-alam plus bencana alam. Wabah corona ditambah gempa, banjir, dan tanah longsor. Bencana-bencana ini dipastikan berdampak secara ekonomi.
Bencana non-alam wabah corona yang sudah berjalan lebih setahun sudah mematikan banyak roda perekonomian masyarakat yang sampai sekarang belum pulih. Banyak pedagang yang kehilangan pelanggan dan macet pendapatannya, atau karyawan yang dirumahkan dan kena PHK masih belum mendapatkan pekerjaan.