Kasus Korupsi Perusda AKU, Di Atas Kertas WTP, Nyatanya Korupsi

- Selasa, 26 Januari 2021 | 12:15 WIB

SAMARINDA–Laporan keuangan Perusda PT Agro Kaltim Utama (AKU) sempat diaudit dua kantor akuntan publik berbeda pada 2009–2010. Hasil pemeriksaan itu menyebutkan arus keuangan perusda di sektor perkebunan dan pertanian milik Pemprov Kaltim itu, mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

Padahal kala itu, PT AKU menjalin kerja sama penyandang dana dengan delapan perusahaan lain dan tercatat sebagai piutang perusda. “Hasil klarifikasi tertulis dengan direksi perusda belum tertagih saja,” ucap Henry Susanto Akt bersaksi dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (25/1). Pada 2010, medio Februari, dia menerima permintaan untuk mengaudit independen laporan keuangan PT AKU pada 2009. Penawaran pemeriksaan itu diajukan langsung oleh direksi perusda. Namun, tutur Henry, dia tak pernah bertemu langsung dengan direksi PT AKU yang kini jadi terdakwa dalam kasus korupsi penyertaan modal pemprov senilai Rp 27 miliar tersebut. Yakni, Yanuar (direktur utama) dan Nuriyanto (direktur umum).

“Saya kirim tim pemeriksa ke Samarinda berisi tiga orang. Sementara saya supervisi apa saja yang diaudit dari sini,” sambung akuntan publik asal Jogjakarta itu. Audit yang ditempuh menyisir legalitas perusda, kelengkapan administrasi kegiatan, hingga neraca keuangannya. Arus keuangan PT AKU umumnya lebih banyak bergerak lewat rekening, tidak secara tunai. Termasuk pembayaran gaji karyawan. Sehingga neraca keuangan yang diperiksa pun berpedoman pada catatan arus keluar-masuk uang di rekening milik perusda.

Hasil audit setahun sebelumnya, audit keuangan 2008 pada 2009, turut dilampirkan. Selama pemeriksaan, tim audit yang dikirimnya tak pernah bertemu dengan kedua terdakwa. Sehingga klarifikasi atas temuan yang didapat tim pemeriksa hanya berupa klarifikasi tertulis. “Hasil audit itu ada kegiatan yang kami sampling. Dari sampling itu ada yang tak sinkron, salah satunya soal piutang. Tapi hasil klarifikasi tertulis itu hanya belum tertagih,” ulasnya.

Selain Henry, JPU Kejati Kaltim Zaenurrofiq dan Agus menghadirkan pula Sukardi Hasan sebagai saksi di depan majelis hakim yang dipimpin Hongkun Otoh bersama Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta. Sukardi merupakan akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan PT AKU setahun sebelum Henry. “Saya audit laporan keuangan PT AKU 2008, di Maret 2009,” ungkapnya ketika bersaksi. Hal senada terjadi ketika audit dilakukan akuntan asal Tangerang, Banten, itu.

Dua auditor yang dikirimnya, tak bertemu dengan direksi PT AKU. Tahapan klarifikasi yang dilakukan hanya berbentuk tertulis. Sementara itu, dia menyupervisi dari kantornya. Bukan pemeriksaan langsung tatap muka. “Sampling pemeriksaan pun ada piutang yang belum tertagih dan dijawab tertulis akan segera ditindak,” akunya. Ketua majelis hakim Hongkun Otoh pun menyoal mengapa dinilai WTP jika ada piutang yang belum tertagih.

Dijelaskan keduanya, audit yang ditempuh berpedoman pada kelengkapan administrasi dan upaya penyelesaian temuan ketika pemeriksaan berjalan. Dari klarifikasi tertulis itu, direksi menegaskan segera menagih. Secara keseluruhan masih sesuai,” jawab keduanya. Hongkun lagi-lagi menyentil perihal saksi Sukardi Hasan yang mengirim dua auditor pada 2009, dan saksi Henry Susanto Akt mengirim tiga auditor setahun berselang. Namun dari dua tim berbeda itu, ada satu nama auditor yang sama, yakni Didik Setiadi.

“Ini orang yang sama,” tanya Hongkun dan dibenarkan keduanya. “Kok bisa, malaikat aja pasti bingung ngeliat yang begini. Dua audit berbeda, beda kantor akuntan tapi dikerjakan satu orang yang sama,” kata Hongkun. Saksi Henry menjelaskan memang memasukkan Didik Setiadi sebagai tim auditor kantor akuntan publik (KAP)

miliknya. Didik, aku dia, merupakan mantan auditor BPKP. Selain itu, pernah mengaudit keuangan PT AKU sebelumnya. “Tapi dia sudah meninggal empat tahun lalu, serangan jantung,” ucapnya di akhir persidangan.

Selepas kedua saksi ini diperiksa, persidangan akan kembali digelar pada 1 Februari mendatang dengan agenda pemeriksaan ahli yang dihadirkan JPU. Untuk diketahui, Yanuar dan Nuriyanto didakwa telah menyalahgunakan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim di PT AKU sepanjang 2003–2010 senilai Rp 27 miliar. Modal itu digunakan secara menyimpang oleh kedua pejabat tersebut dalam bentuk sembilan kerja sama sebagai penyandang dana dan pematangan lahan. Bentuk kerja sama yang menyimpang dari tugas perusda yang terfokus pada sektor perkebunan.

Satu dari sembilan kerja sama itu justru mengalir ke perusahaan milik kedua terdakwa dengan nilai kerja sama Rp 24 miliar. Karena itu, dalam kasus ini, JPU menilai kerugian negara yang terjadi atas ulah kedua terdakwa ini senilai modal yang diterima. (ryu/riz/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X