PROKAL.CO,
Selama beberapa tahun penantian, hak para buruh angkut di Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran rupanya belum didapatkan. Setidaknya, upah dari Maret–Oktober 2017, keringat 350 buruh tak dihargai.
TUNTUTAN para buruh angkut yang bergabung dalam Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) kembali disuarakan, Senin (25/1). Bukan dengan cara melakukan demonstrasi. Melainkan memajang 15 karangan bunga yang berisi sindiran di depan kantor PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP). Hal itu digunakan sebagai bentuk protes para buruh.
"Tiga tahun kami menunggu (upah), tapi tidak dibayarkan juga. Padahal, kami sudah bekerja. Itu (pemasangan papan ucapan) sebagai bentuk protes, karena kalau demo kan tidak bisa saat ini (masa pandemi), kami ikuti aturannya. Intinya kami minta dibayar lah, jangan lagi ditunda-tunda," ungkap Hamaluddin, buruh TKBM.
Bahkan, tenaga para buruh hanya dihargai sebesar Rp 10 ribu per peti kemas selama Maret–Oktober 2017. Diketahui tidak dibayarkannya tenaga para buruh setelah PT PSP mengeluarkan surat penangguhan pembayaran biaya TKBM pada 18 Maret 2017. Dikeluarkannya surat itu setelah pengurus Komura terjerat operasi tangkap tangan (OTT) sehari sebelumnya, atau 17 Maret 2017.
Dikonfirmasi terpisah, Legal Komura Togi Situmorang menjelaskan, pihaknya telah berupaya melakukan penagihan upah buruh. Namun, PT PSP tak pernah menggubris. "Berulang kali Komura melakukan penagihan, tidak juga dijawab. Maka persoalan itu dibawa ke ranah hukum, karena Komura hormat dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Berproses itu di peradilan," ucapnya.