LONDON– Dua puluh hari setelah meresmikan Brexit, perseteruan pertama antara Inggris dan Uni Eropa (UE) muncul. Argumen pertama terkait dengan status delegasi Uni Eropa di London. Inggris menolak memperlakukan Duta Besar UE untuk Inggris João Vale de Almeida dan 25 anak buahnya sama dengan diplomat negara lain.
Rupanya, Uni Eropa mengeluhkan sikap Inggris yang menolak untuk memberikan hak dan imunitas yang biasa didapatkan diplomat sebuah negara. Pemerintahan Boris Johnson beralasan bahwa UE bukanlah negara, melainkan sebuah organisasi internasional.
”Kami tidak bisa memperlakukan sebuah badan internasional sama dengan negara. Sebab, organisasi lainnya akan menuntut hal yang sama,” tulis Kementerian Luar Negeri Inggris menurut The Guardian.
Sikap itu membuat pejabat UE senewen. Sebab, UE sudah mendapatkan status diplomatik setara dengan negara berdaulat di 142 negara. AS yang sempat memangkas status mereka pun sudah mengembalikannya seperti semula pada 2019.
Mereka menduga bahwa langkah Inggris ini adalah bukti mereka anti-UE. Padahal, Inggris ikut mendorong pendirian departemen hubungan asing yang dikenal dengan External Action Service pada 2010. Deklarasi saat itu meminta semua negara mengakui diplomat UE setara dengan diplomat negara lainnya.
”Inggris memang ingin memandang kita sebagai organisasi internasional. Tapi, kami sebenarnya adalah persatuan berusia 47 tahun yang sempat diikuti Inggris,” sindir Michel Barnier, ketua tim negosiator UE saat Brexit.
Beberapa politikus pro-Eropa di Inggris pun angkat suara. Politikus Partai Buruh Andrew Adonis menyebut Inggris sedang bermain dengan api. Padahal, UE merupakan pasar yang sangat dibutuhkan Inggris.
”Tak cukup keluar, Boris Johnson dan (Menteri Luar Negeri, Red) Dominic Raab juga ingin menghina UE dengan menolak status diplomatik penuh mereka,” ujarnya. (bil/c14/bay)