SAMARINDA–Dugaan keteledoran pihak PT Samarinda Cahaya Berbangun selaku pemegang izin kawasan pergudangan Samarinda Central Bizpark (SCB) mulai terkuak. Dalam pengajuan perizinan untuk peningkatan kawasan awalnya 5,5 hektare menjadi 32 hektare, ada sejumlah rekomendasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang diabaikan.
Instansi yang menangani soal lingkungan itu memberi batas waktu satu bulan ke depan untuk memenuhi beberapa kekurangan dalam pengelolaan lingkungan. Setelah kasus dikupas dalam agenda rapat dengar pendapat (RDP) bersama anggota komisi III DPRD Samarinda.
Kepala DLH Samarinda Nurrahmani menjelaskan, sejak lama sudah memperingatkan pihak Edy Darmawan selaku pengelola SCB untuk memenuhi rekomendasi analisis dampak lingkungan (amdal) yang telah diajukan. Tetapi pihak pengembang berkilah harus tetap melanjutkan pembangunan karena memenuhi janji ke investor. "Kami sudah bilang, kalau suatu saat terjadi kejadian misalnya hujan deras dan area kolam retensi dan lainnya belum siap, warga bisa terdampak. Akhirnya kejadian kan. Dewan meminta agar SCB turut mengganti rugi atas kerusakan perangkat elektronik warga yang rusak. Artinya, dia membayar lebih mahal," ungkapnya.
Setelah inspeksi mendadak (sidak) dewan, Jumat (15/1) lalu, DLH sudah memberikan beberapa rekomendasi perbaikan fasilitas lingkungan yang harus dipenuhi satu bulan. Di antaranya, perusahaan harus membuat kolam retensi yang saat ini daya tampungnya masih di bawah seribu meter kubik air, menjadi 12 ribu meter kubik air.
Selain itu, perusahaan diminta menyiapkan divisi terkait penanganan lingkungan untuk pengawasan berkelanjutan, karena selama ini tim DLH yang datang langsung ditemui dan ditangani oleh Edy Darmawan. "Semua diurus Pak Edy, seharusnya ada divisi tersendiri yang berpengalaman dalam pengelolaan lingkungan. Bukan atas ide-ide pengelolaan. Apalagi tidak ada background lingkungan," singkatnya.
Terkait pengawasan, dalam agenda RDP tersebut, Nurrahmani menyebut adanya kelemahan dalam pengawasan instansinya. Namun, dia bertekad untuk tetap mengawasi semua persoalan lingkungan yang terjadi di berbagai sektor usaha dan lainnya.
Ditambahkan Kasi Kajian Dampak Lingkungan DLH Samarinda Mohamad Fachmi, izin lingkungan atau amdal atas pengembangan kawasan sudah terbit sejak Juni 2020, mencakup 32 hektare luas lahan. "Pada saat itu juga kami sudah menyarankan kolam retensi yang ada pada pengajuan awal harus ditingkatkan. Dari pengembangan mengaku telah menyiapkan lahan untuk pembangunan kolam kedua. Tetapi dalam perjalanan hingga sidak dewan, beberapa waktu lalu, kolam belum dibangun," jelasnya.
Jika memang sejak awal pengusaha taat pada dokumen dan rekomendasi amdal, kejadian buruk seperti dampak lingkungan bisa ditekan. "Memang jadi serba-salah, tetapi kami akan tetap mengawal sesuai dengan kondisi di lapangan," singkatnya. (dns/dra/k8)