Drama panjang soal nasib Liga Indonesia 2020 berakhir. PSSI memutuskan membatalkan kompetisi tersebut karena keadaan kahar alias force majeure.
ANGGOTA Exco PSSI Hasani Abdulghani menyebutkan, tidak bisa dijalankannya kompetisi bukan salah PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator, maupun klub. Bukan pula salah kepolisian yang tidak mau memberikan izin keramaian.
“Tapi, karena situasi pandemi yang ada. Ini dalam keadaan force majeure. Alam yang menyebabkan ini semua terjadi,” jelasnya. Hasani menuturkan, dalam rapat exco yang digelar Rabu (20/1), tidak ada jajak pendapat untuk memutuskan menghentikan kompetisi. Tidak seperti rapat sebelumnya ketika memutuskan kompetisi ditunda sehingga dua kali melahirkan surat keputusan PSSI.
“Karena semua anggota sudah sepakat untuk sama-sama mendengarkan aspirasi dari klub, yang meminta kompetisi dihentikan saja, lalu fokus ke musim baru,” paparnya. Sejak kompetisi dihentikan pada Maret 2020 akibat pandemi Covid-19, klub-klub sudah tertatih-tatih. Tiga kali mengalami penundaan karena tidak mendapat izin keramaian dari kepolisian membuat mayoritas klub berteriak dan meminta PSSI segera memutuskan nasib kompetisi.
Hasani menambahkan, kompetisi baru juga dibahas dalam rapat tersebut. Kompetisi baru itu mungkin bisa dimulai pada Mei mendatang. Beberapa hari setelah Hari Raya Idulfitri. “Itu juga aspirasi dari klub dan kami menganggap itu yang paling logis saat ini. Bukan Maret untuk kompetisi baru karena sangat mepet,” ucapnya.
Hasil dari keputusan menghentikan kompetisi kemarin akan dibahas dalam kongres tahunan PSSI pada 26 Februari mendatang. Di sana, klub-klub juga kembali diizinkan untuk memberikan masukan soal konsep kompetisi musim 2021. “Termasuk Liga 3. Kalau bicara kompetisi, tentu semua kasta ya,” ungkapnya.
Keputusan memulai kompetisi baru sekitar Mei selepas Lebaran juga bukan tanpa sebab. Menurut dia, waktu itu juga sangat tepat melihat program vaksinasi yang dilakukan pemerintah saat ini. “Sekarang kan yang divaksin masih prioritas. Maret baru mulai masyarakat,” katanya.
Puncaknya, lanjut Hasani, dilihat nanti saat Lebaran apakah persebaran Covid-19 naik atau tidak. “Dari situ bisa dilihat apakah bisa digelar sepak bolanya,” ungkapnya.
PT LIB selaku operator juga bisa berbenah. Termasuk komunikasi dengan kepolisian tentang masalah perizinan. Klub-klub tentu tidak mau lagi diberi harapan palsu soal nasib kompetisi musim depan. “Caranya bagaimana? Harus buktikan bahwa kompetisi musim baru nanti benar-benar bisa menerapkan protokol kesehatan. Yaitu dengan ada test case,” ujarnya.
Test case yang dimaksud adalah diadakannya turnamen pramusim. Waktu yang panjang sangat memungkinkan LIB bisa menyiapkan hal tersebut. “Kan kalau melanjutkan kompetisi tidak mungkin bisa diadakan test case seperti itu. Kalau nanti turnamen pramusim diizinkan, sudah pasti kompetisi juga mendapat izin,” jelasnya.
Jika ada turnamen pramusim, kompetisi baru mungkin dimulai pada Juli atau Agustus. Jika itu benar, kompetisi di Indonesia mulai melangkah berbarengan dengan kompetisi di Eropa.
“Seperti yang selalu saya bilang, banyak keuntungan jika kompetisi di Indonesia bareng dengan Eropa. Jadwal FIFA matchday hingga bursa transfer yang sama membuat klub-klub bisa mendapatkan pemain asing terbaik nanti,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Utama LIB Akhmad Hadian Lukita mengatakan, pihaknya siap menjalankan amanat dalam rapat exco. “Kami akan siapkan semuanya, termasuk semua kemungkinan. Turnamen pramusim itu salah satu contohnya,” terangnya.
Pihaknya juga tetap berusaha melobi pemerintah agar peserta Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 mendapatkan jatah vaksin. Walaupun Kementerian Pemuda dan Olahraga memang sudah menegaskan hanya memberikan 178 vaksin untuk PSSI. Itu pun ruang lingkupnya hanya untuk timnas Indonesia di berbagai usia. “Sekarang harus diusahakan sekuat tenaga vaksinasi ini,” tuturnya. (jpc/ndy)