Sepakat Lawan Kampanye Anti-Sawit Swiss

- Kamis, 21 Januari 2021 | 13:53 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Tren positif industri kelapa sawit Indonesia kembali dihadapkan tantangan besar. Kali ini berupa kampanye negatif dari Swiss.

SAMARINDA – Pemerintah diharapkan bisa mengambil langkah tepat untuk melawan kampanye anti-sawit yang digencarkan Swiss. Tentu, supaya kampanye ini tidak memengaruhi permintaan di negara lain, khususnya di Uni Eropa. Permintaan yang menurun akan berujung pada penurunan harga turunan kelapa sawit, utamanya tandan buah segar di level petani.

Apalagi saat ini industri kelapa sawit Indonesia terus berproses menuju kondisi yang lebih baik dalam aspek lingkungan, sosiologis, dan kesehatan. Misalnya Indonesia berkomitmen untuk menjaga lebih dari 50 persen hutannya agar tetap lestari. Angka ini jauh lebih besar dari komitmen negara-negara Uni Eropa, yang saat ini hanya memiliki hutan sebesar belasan persen dari wilayahnya. Sebagian negara bahkan tutupan hutannya tidak sampai 10 persen.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, semua pihak harus mewaspadai anti-sawit yang dilakukan Swiss. Hal itu bisa menyebar ke berbagai negara khususnya di Uni Eropa. Terlebih Swiss menganut demokrasi langsung, di mana pengambilan keputusan di level negara sering dilakukan melalui referendum.

“Isu anti-sawit ini sebenarnya sudah dilakukan Uni Eropa beberapa tahun lalu dan terus berkembang ke berbagai negara,” jelasnya, Rabu (20/1). Sebelumnya, anti-sawit di Uni Eropa mengangkat isu-isu lingkungan, sosial, dan kesehatan untuk meyakinkan pengambil kebijakan agar melarang kelapa sawit asal Indonesia. Akibatnya, terjadi diskriminasi kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Salah satunya menyangkut produk turunannya, yaitu biodiesel. Pemerintah Indonesia sedang menggugat diskriminasi tersebut di World Trade Organization (WTO). “Kita berharap ini menjadi jalan untuk mengatasi isu-isu negatif yang dilakukan,” katanya.

Menurutnya, berbagai kampanye dan pelarangan yang terjadi merupakan refleksi persaingan dagang dan tidak berpijak pada fakta yang sebenarnya. Jika bersaing secara sehat, kelapa sawit Indonesia jauh lebih murah dan lebih kompetitif dari pada minyak nabati lainnya.

“Industri kelapa sawit penting bagi ekonomi Kaltim. Jangan sampai kampanye negatif dan tidak adil mengancam kepentingan ekonomi. Kita harus berjuang melawan ketidakadilan tersebut, kampanye yang saat ini sedang gencar di Swiss jangan sampai terus meluas ke negara-negara lainnya,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, berbagai kampanye itu dijawab dengan program kegiatan. Pihaknya juga aktif bekerja sama dengan para mitra pembangunan, kemudian ditunjukkan bahwa praktik perkebunan di Bumi Etam sudah menerapkan prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan yang menyeimbangkan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

“Beberapa kekurangan pasti ada, tapi strategi dan konsisten dengan perkebunan berkelanjutan sudah dilakukan,” tuturnya. Dengan berbagai upaya yang dilakukan Kaltim, dia yakin ke depan isu-isu negatif tersebut akan terjawab. Sebab, tidak ada bukti konkret bahwa kelapa sawit menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen tersebut. Pemerintah tidak akan diam saja dengan berbagai isu anti-sawit ini.

“Sawit ini sudah menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia, jika diganggu pemerintah tidak mungkin diam saja,” tuturnya. Saat ini, industri kelapa sawit Tanah Air tengah menanjak. Ditandai dengan tren kenaikan harga tandan buah segar di tiga bulan terakhir. Yakni berada di level Rp 1.762 per kilogram pada Oktober 2020, kemudian Rp 1.856 pada November dan menyentuh puncaknya pada Desember di level Rp 1.924 per kilogram.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga yang menjadi pimpinan delegasi dalam sidang gugatan diskriminasi kelapa sawit di WTO mengatakan berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada kelapa sawit Indonesia itu tidak beralasan dan tidak berdasar pada fakta yang sebenarnya.

"Kita sudah membuktikannya di sidang WTO. Mereka kesulitan bahkan tidak bisa menjawab ketika kita tanyakan aspek-aspek yang menjadi alasan mereka melarang produk kelapa sawit Indonesia. Ini membuktikan bahwa alasan sebenarnya dari hal ini adalah karena ketakutan untuk bersaing secara terbuka dengan sawit," ujarnya.

Menurutnya, Indonesia dan negara-negara Uni Eropa selama ini sama-sama mengemukakan wacana perdagangan bebas yang adil dan inklusif. Dia menyayangkan jika kampanye anti-kelapa sawit diluncurkan sebagai cerminan dari pelanggaran atas perdagangan terbuka yang adil tersebut.

Jerry mengatakan, bahwa saat ini ia bersama timnya di Kementerian Perdagangan beserta stakeholder di industri kelapa sawit sedang mempersiapkan kampanye positif kelapa sawit. Diharapkan Tim Kampanye Positif Kelapa Sawit ini bisa memberikan pandangan dan wawasan yang sebenarnya mengenai kelapa sawit kepada masyarakat baik di dalam maupun luar negeri. "Industri kelapa sawit itu penting bagi ekonomi Indonesia. Jangan sampai kampanye negatif dan tidak adil mengancam kedaulatan dan kepentingan ekonomi Indonesia. Kita harus berjuang demi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan," tegasnya. (ctr/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X