Masih terdampak Covid-19, membuat pariwisata Kutim semakin tak jelas. Bahkan, berdampak ke pendapatan yang kian merosot. Hal itu dipicu pengetatan atau pembatasan pengunjung yang memasuki wilayah wisata alam.
MEMILIKI potensi yang mumpuni, namun pengelolaan wisata di Kutai Timur (Kutim) belum bisa kembali normal. Hal itu diprediksi bakal terus terjadi selama pandemi masih mewabah.
Plt Bupati Kutim Kasmidi Bulang menyebut, pihaknya tengah mencari solusi lain. Tidak hanya memperketat aturan protokol kesehatan, waktu senggang saat ini dimanfaatkan untuk menanamkan pengetahuan pemandu di tengah Covid-19, dengan cara memberi pelatihan terpadu bagi seluruh pemandu wisata.
"Pemerintah memberi pelatihan untuk semua pemandu wisata di Kutim. Pelaku pariwisata travel dan komunitas merupakan ujung tombak kami," ungkapnya.
Kasmidi mengatakan, potensi pariwisata di Kota Tercinta, sebutan Kutim, sangat melimpah. Dia menyayangkan jika kekayaan itu tidak ada yang mampu mengelola dengan baik. "Apa yang tidak ada di sini, semua tersedia lho. Malah pendaki besar banyak yang datang ke daerah kita. Berarti alam kita dilirik banyak orang," tuturnya.
Kekayaan alam tersebut meliputi pegunungan, bentangan pantai, keindahan bawah laut, gua prasejarah, hingga wisata kebudayaan yang beragam. Hal itu menurutnya perlu dimunculkan ke publik agar mengenalkan Kutim di kancah nasional. Kutim juga punya Gunung Beriun di Karangan yang sangat eksotis, hingga menjadi salah satu tujuan ekspedisi," terangnya.
Tidak hanya itu, kekayaan bawah laut menjadi keunikan di Pulau Birah-Birahan. KB, sapaan akrab Kasmidi Bulang, menjelaskan bentangan garis pantai di Kutim sangat panjang. "Garis pantai mencapai 200 km yang terpampang dari Teluk Kaba ke Sandaran," bebernya.
Begitu pula dengan gua telapak tangan di Kutim yang telah ditetapkan menjadi situs warisan tertua di dunia. Juga, pelaksanaan rutin kegiatan adat yang mesti dikenalkan ke masyarakat menjadi unjuk gigi Kutim.
"Kami punya budaya etnis seperti Lom Plai salah satunya. Kemudian di Kutim juga ada satu-satunya hutan di Kaltim yang dibiayai dunia, yaitu Hutan Lindung Wehea," tuturnya.
Jika semua dikembangkan, menurut dia, Kutim tidak lagi bergantung pada anggaran pusat, melainkan dapat membiayai dari pendapatan asli daerah (PAD).
"Untuk saat ini, potensi itu belum bisa dibuka. Kami akan siapkan protokol kesehatannya terlebih dulu. Yang pasti kami belum mengeluarkan izin secara resmi, karena itu bisa mengundang keramaian," tutupnya. (*/la/dra/k8)