Dua Kali Suntik Vaksin, Kebalnya Setahun

- Senin, 18 Januari 2021 | 11:05 WIB
Pelaksanaan vaksin di Samarinda, beberapa waktu lalu.
Pelaksanaan vaksin di Samarinda, beberapa waktu lalu.

Vaksin Covid-19 sudah tiba di Kaltim. Juga telah didistribusikan ke kabupaten/kota. Proses vaksinasi mulai dilakukan. Diharapkan rakyat dari provinsi ini terhindar dari virus corona.

 

PEMBERIAN vaksin Covid-19 tahap pertama telah dimulai, Kamis (14/1). Orang pertama di Kaltim yang divaksin adalah Wakil Ketua DPRD Kaltim M Samsun. Dia mengisahkan, sebenarnya tak ada persiapan khususnya untuk vaksin. Dia meyakini vaksin Covid-19 itu sudah aman. “Saya hanya sarapan sebelum berangkat,” kata Samsun setelah divaksin di Kegubernuran Kaltim, Kamis.

Tekanan darah Samsun normal. Padahal, biasanya tekanan darahnya rendah. Seusai divaksin, Samsun juga tak merasakan hal yang aneh di tubuhnya. Dia tetap merasa bugar dan biasa-biasa saja. Dia meyakini pemerintah tidak akan main-main dengan vaksin. Dia pun siap suntik dosis kedua pada 28 Januari nanti, alias selang 14 hari sejak dia disuntik untuk yang pertama.

Pun begitu dengan Direktur Utama RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda David H Masjhoer yang juga disuntik pada 14 Januari 2021. Tak ada reaksi setelah vaksin yang dia rasakan. Dia bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal sebelumnya, tekanan darahnya sempat tinggi. Sehingga, harus menunggu sampai tekanan darahnya normal untuk divaksin. “Enggak ada keluhan sampai saat ini,” ucapnya (16/1).

Adapun tokoh lain yang sudah mengikuti vaksinasi Covid-19, antara lain, Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak dan Panglima Kodam VI/Mulawarman Mayjen Heri Wiranto.

Di sisi lain, sebenarnya semua jenis vaksin berisiko terjadi kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI). Namun, bisa juga tidak mengalami KIPI, apalagi jika mereka dalam keadaan fit. Dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Vaksin Covid-19, reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi Covid-19 diperkirakan hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut mulai reaksi lokal, seperti, nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan dan reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.

Lalu, reaksi sistemik seperti, demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, dan sakit kepala. Juga, reaksi lain, seperti alergi misalnya urtikaria, edema, reaksi anafilaksis, dan syncope (pingsan).

Untuk reaksi ringan lokal seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan, petugas kesehatan menganjurkan penerima vaksin melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.

Sedangkan untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas kesehatan menganjurkan penerima vaksin untuk minum air putih lebih banyak. Lalu menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.

Sedangkan, reaksi anafilaktik adalah KIPI paling serius yang juga menjadi risiko pada setiap pemberian obat atau vaksin. Tata laksananya harus cepat dan tepat mulai penegakan diagnosis sampai terapinya di tempat kejadian. Setelah stabil baru dipertimbangkan untuk dirujuk ke rumah sakit (RS) terdekat.

Setiap petugas pelaksana vaksinasi harus sudah kompeten menangani reaksi anafilaktik. Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaktik berbeda-beda sesuai dengan berat-ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang. Namun pada tingkat yang berat berupa shocked anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi.

Reaksi anafilaktik biasanya melibatkan beberapa sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit) juga dapat terjadi. Tanda awal anafilaktik adalah kemerahan (eritema) menyeluruh dan gatal (urtikaria) dengan obstruksi jalan napas atas dan/atau bawah. Pada kasus berat dapat terjadi keadaan lemas, pucat, hilang kesadaran, dan hipotensi.

Petugas sebaiknya dapat mengenali tanda dan gejala anafilaktik. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul, makin berat keadaan penderita. Penurunan kesadaran jarang sebagai manifestasi tunggal anafilaktik. Itu hanya terjadi sebagai suatu kejadian lambat pada kasus berat. Denyut nadi sentral yang kuat (contoh: karotis) tetap ada pada keadaan pingsan, tetapi tidak pada keadaan anafilaktik.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X