SENDAWAR - Di tengah wabah corona yang kian meningkat, kasus penggarongan uang negara justru bermunculan. Pola korupsi di Indonesia tidak hanya didominasi oleh oknum di jajaran pemerintahan daerah. Tidak terkecuali di Kabupaten Kutai Barat (Kubar).
Tim Satuan Reserse Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Kubar mengamankan empat aparat salah satu kampung di Kecamatan Muara Pahu. Di antaranya, petinggi (kepala kampung) inisial MR (51), sekretaris kampung (juru tulis) inisial YE (35), bendahara kampung inisial NB (32), dan tim pelaksana kegiatan (TPK) dengan inisial AI (38).
Mereka diduga terlibat tindak pidana korupsi penyalahgunaan alokasi dana desa (ADD) 2017. Kapolres Kubar AKBP Irwan Prasetyo melalui Kasat Reskrim Polres Kubar Iptu Iswanto memberikan keterangan terkait kasus yang menyeret petinggi kampung tersebut.
Sejak 2017, pihaknya telah mengendus aroma korupsi di badan pemerintah desa tersebut. Kemudian melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan sejumlah barang bukti dan saksi untuk dimintai keterangan.
Hasilnya, ditemukan kerugian negara Rp 513.722.260 dengan perincian paket proyek pengecoran jalan kampung sepanjang 300 meter. “Pada 2017 Kampung Dasaq menerima ADD yang bersumber dari APBN sebesar Rp 836 juta, juga ada dana SiLPA (sisa lebih perhitungan anggaran) tahun 2016 sebesar Rp 658 juta yang digunakan untuk berbagi keuntungan,” terang Iswanto.
Selain itu, aparatur kampung di bawah kendali MR sebagai petinggi juga menerima bantuan CSR material pasir dari pihak perusahaan batu bara yang beroperasi di wilayah tersebut.
Namun, dicantumkan kembali untuk anggaran material tersebut ke dalam rencana anggaran biaya (RAB) tanpa pendampingan oleh tenaga ahli (TA), serta tidak mengacu pada standar harga barang dan jasa yang ditetapkan Pemkab Kubar. “Harga itu dibuat berdasarkan inisiatif sendiri dan di atas nilai kewajaran,” beber Iswanto.
Hal ini dinilai miris, mengingat semakin akutnya tindakan korupsi yang dilakukan hingga = tingkat bawah. Ia memperkirakan hal ini dipicu oleh digelontorkannya anggaran desa yang mencapai Rp 5 miliar per desa, sehingga celah perbuatan korupsi semakin melebar.
Keempat tersangka dijerat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 berbunyi, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (rud/kri/k16)