TANJUNG REDEB- Kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sangat menurun drastis, 2019 kurang lebih 3000 hektar 174 kali penanganan sedangkan untuk 2020 itu sekitar 35 hektar di delapan kecamatan. Diantaranya kecamatan Tanjung Redeb seluas 1 hektare, Kecamatan Sambaliung seluas 1 hektare, Kecamatan Gunung Tabur seluas 3 hektare, Kecamatan Teluk Bayur 1 hektare, Kecamatan Kelay 1 hektar, Kecamatan Pulau Derawan 10 hektare, Kecamatan Tabalar 6 hektare, dan Kecamatan Talisayan 12 hektare.
“Pada Tahun 2019 terjadi kemarau panjang. Sedangkan di tahun 2020 cenderung musim hujan,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Thamrin.
Ditambahkannya itupun, tidak bisa dikategorikan bencana kebakaran karena alam. Namun masyarakat membakar karena akan membuka lahan. Walaupun pihaknya telah melarang Kejadian karhutla memberikan sejumlah dampak negatif, di antaranya mengganggu aktivitas dan kesehatan warga, menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak lainnya.
Penyebab utama kejadian karhutla di seluruh Indonesia itu hampir dikatakan 99 persen karena ulah manusia, jadi orang membuka lahan dan merambah ke hutan. Hutan dan lahan berbeda kalau hutan kawasan yang dilindungi kalau lahan itu milik masyarakat dan perusahaan. “Tapi untuk di Berau kebakaran hutan tidak terlalu banyak, yang banyak adalah kebakaran lahan,” ujarnya.
Sosialisasi menurut Tamrin, akan digencarkan. Di masyarakat, sekolah, kecamatan dan kelurahan. Terkait bahaya kebakaran hutan dan lahan. Sosialisasi bekerja sama dengan masyarakat peduli api yang dibentuk oleh BPBD dan yang dibentuk oleh dinas kehutanan. Juga menguatkan pendampingan relawan di 13 kecamatan.
“Supaya karhutla ini tidak terjadi lagi terjadi, kalau bisa nol tapi itu tidak mungkin karena sudah menjadi budaya masyarakat untuk membuka lahan dengan cara bakar. tinggal bagaimana cara kami mengawasi mensosialisasikan, kalau memang masyarakat susah diatur ya kita terapkan hukum” pungkasnya. (*fif/)