Bambang Iswanto
Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda
DALAM sepekan terakhir, akun media sosial warga Samarinda kompak dibanjiri berita banjir. Isinya adalah rekaman-rekaman CCTV di beberapa titik kota terpantau memotret kondisi lumpuhnya aktivitas masyarakat yang menggunakan jalan.
Pemandangan beberapa ruas jalan yang dipenuhi air hujan seperti pemandangan sungai dadakan. Dan semakin “dramatis” dengan tambahan hiasan keramik pelapis median jalan. Terlihat seperti kolam keramik hitam putih buatan yang sangat luas.
Potret banjir tersebut baru sebagian kecil dari potret besar yang belum terekam CCTV. Beberapa daerah dan perkampungan yang menjadi langganan banjir banyak yang tidak terpublikasi. Rumah mereka dimasuki dan terendam air selama beberapa jam bahkan ada yang hitungan hari.
Bisa dibayangkan betapa sedihnya warga yang terdampak banjir. Harta banyak yang rusak akibat terjangan banjir, tempat tinggal menjadi kotor akibat endapan lumpur, aktivitas lain terhenti karena tidak bisa meninggalkan rumah, dan seterusnya.
Hujan deras bagi sebagian orang bukan dianggap sebagai berkah lagi. Justru disambut dengan kekhawatiran datangnya banjir. Hujan deras sebentar, rumah-rumah mereka terendam.
Begitu pun bagi pengguna jalan, hujan di Samarinda sering menjadi momok menakutkan. Perjalanan akan terhambat sampai tujuan. Pulang ke rumah, menjadi perjalanan berat dan memakan waktu berjam-jam. Bukan karena panjangnya rute yang dilewati, tetapi karena terjebak macet.
Namun, anehnya kejadian terjadi berulang-ulang. Sudah sering menjadi headline pemberitaan media lokal dan nasional. Dan dijadikan bahan janji-janji kampanye yang paling seksi dalam pemilihan wali kota. Atau sering dijadikan prioritas program dalam anggaran pemerintahan.
Di setiap periode pemerintahan selalu dibahas. Fakta di lapangan menunjukkan banjir masih belum teratasi. Alih-alih berkurang, yang terjadi justru semakin bertambah parah. Banyak daerah baru yang sebelumnya tidak terkena banjir menjadi daerah rawan banjir baru.
Padahal sudah banyak pembahasan oleh para awam sampai para pakar bagaimana cara mengatasi banjir. Nyatanya, sekali lagi hasilnya masih terlihat nol bahkan minus, karena bertambah parah.
Samarinda dengan slogan Kota Tepian, harusnya menunjukkan citranya sebagai kota yang rapi, indah, aman, dan nyaman. Slogan itu harus diwujudkan dengan memperbaiki keadaan banjir.