BALIKPAPAN – Beberapa komoditas pangan, di pasaran tampaknya mengalami peningkatan. Salah satunya cabai rawit. Hal ini pun berlaku sejak akhir tahun lalu.
Diketahui bahwa, harga rempah ini melonjak hingga dua kali lipat. Jika biasanya cabai rawit dipatok Rp 60 ribu per kilogramnya, kini dipatok sekitar Rp 100 ribu.
Kepala Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DP3) Balikpapan, Heria Prisni menyebut, faktor cuaca bisa menjadi penyebabnya. Baik untuk hasil produksi petani lokal, maupun petani daerah pemasok. Pasalnya, kondisi hujan membuat banyak pasokan membusuk.
"Umumnya, kebutuhan pangan kita terbilang aman. Hanya karena cuaca, beberapa commodity tertentu yang dikirim dari luar daerah, seperti cabai tentu berkurang," ujarnya. Karena itu, dia menyebut hal itu membuat harga terganggu. Para petani mesti ikut menyesuaikan biaya operasional. Misalkan, biasanya dalam satu hektare dipanen 20 ton, dengan intensitas hujan yang tinggi, petani hanya mampu menghasilkan 10 ton saja.
Dengan kondisi itu, dia berkata otomatis harga akan menyesuaikan. Sebab jika tidak demikian, kelancaran distribusi commodity akan terganggu. "Barang yang kita ambil dari Sulawesi juga menurun (kuantitasnya). Kemungkinan di akhir Januari, hujan sudah tidak terlalu intens sehingga harga akan stabil lagi," tambahnya.
Meski begitu, Heria menyatakan bahwa permintaan akan cabai tetap normal. Menurut dia, beberapa dari masyarakat mungkin hanya mengurangi jumlah pembelian akan cabai. Di samping itu, libur Natal dan tahun baru lalu, juga menjadi salah satu pemicu naiknya harga. Yang mana saat libur panjang, permintaan yang tinggi memicu harga naik.
Nyatanya selain cabai, harga sayur-mayur juga turut mengalami kenaikan harga jika terus diterpa hujan. Seperti tomat dan bayam. Misalnya untuk sayur bayam, usai hujan turun, petani akan menyemprot. Jika tidak, sayur akan berpasir dan dapat merusak daun.
“Kalau sudah begitu, tentu ada biaya tambahan yang mesti dikeluarkan. Ini bisa jadi salah satu penyebab naiknya harga," tutupnya. (*/okt/rdh/k15)