Elvira Safitri berderai air mata kala menceritakan kenangan dirinya bersama keluarganya saat terpapar Covid-19. Bahkan, akibat ganasnya virus itu, dia harus kehilangan ibundanya.
MAULID HIDAYAT, Tanjung Redeb
PROTOKOL kesehatan sejatinya terus dilakukan Elvira dan keluarga. Dia bahkan tak pernah ketinggalan masker dan han sanitizer jika berada di luar rumah. Namun, dia sangat jarang beraktivitas di luar, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Dia mengatakan, awal mulanya Selasa 29 November 2020, dia merasakan tidak enak badan dan demam, serta mual. Untuk tidur, dia gelisah. Begitu juga sang suami, merasakan tidak enak badan dan mulai kehilangan indra perasa, setelah ia kontak dengan sang ibu, merasa ada yang janggal. Elvira bersama suami memutuskan untuk swab test mandiri. Setelah hasilnya diketahui pada Kamis (3/12), dia dinyatakan positif Covid-19. “Kalau kaget pasti, saya tidak tahu dari mana-mana, saya di rumah aja,” katanya.
Elvira menyebut, dirinya bersama suami tidak ada keluar kota dalam beberapa bulan terakhir. Dan hal itu dianggap sangat aneh jika ia terjangkit virus tersebut. Namun, ibunya dengan pasien berkode Berau 516 baru pulang dari Kecamatan Maratua, mendampingi sang suami yang mendapat tugas ke pulau tersebut. Ibunya tiba di Tanjung Redeb pada Sabtu (21/11), kemudian Minggu (22/11) ibunya mengeluh tidak enak badan, dan dibawa ke salah satu puskesmas. Diberikan obat. Namun, kondisinya tak kunjung membaik, malah nafsu makan justru menurun. “Sempat sakit di rumah. Kemudian minum obat,” ucap Elvira.
Dia melanjutkan, setelah lebih sepekan di rumah, tidak ada perubahan pada kondisi sang ibu, malah dirinya mulai merasakan tidak enak badan. Awalnya ia mengira hanya kelelahan bekerja, namun rasa tersebut juga dirasakan sang suami. Bahkan suaminya sudah tidak bisa merasakan rasa masakan.
“Setelah dinyatakan terkonfirmasi itu kemudian kami tracing, enam orang dinyatakan positif, termasuk ibu saya, dan empat orang lainnya non-reaktif,” tuturnya.
Dia merasa hidupnya hancur setelah dinyatakan terkonfirmasi. Dia memikirkan nasib anak dan ibunya yang terpapar, terlebih usia sang ibunda sudah berumur. Tentu sangat mudah virus tersebut menggerogoti tubuh ibunya.
Perempuan kelahiran 4 Mei 1990 itu mengatakan, sangat menyesal dan kehilangan sang ibunya. Bahkan, dia menyebut tidak pernah menyangka bahwa terpapar.
Dia mengaku menyesal tidak mengetahui ciri-ciri terinfeksi Covid-19, sehingga terlambat untuk membawa sang ibu menjalani perawatan. Setelah mendapat perawatan selama sekitar lima hari, ibunya mengembuskan napas terakhir di RSUD dr Abdul Rivai pada Selasa (8/12), sekitar pukul 13.00 Wita. “Sakit pasti, tidak bisa ikut mengantar ibu sampai ke peristirahatan terakhirnya,” ucap dia.
Setelah sang ibu meninggal, dia tetap masih harus menjalani perawatan di RSUD dr Abdul Rivai selama sembilan hari. Selama menjalani perawatan, dia kerap terpikir mendiang sang ibu. Namun, apa daya, dia belum bisa keluar dari rumah sakit. Selama menjalani perawatan, dia banyak melakukan olahraga. Selama dirawat ia belum bisa merasakan dan mencium aroma apapun. Setelah dilakukan swab kontrol dan hasilnya negatif, ia diinstruksikan untuk isolasi mandiri. Empat hari menjalani isolasi mandiri, ia kembali melakukan swab kontrol, karena belum bisa merasakan makanan. Dia kembali dinyatakan negatif. “Hari keenam saya baru bisa merasakan makanan setelah dinyatakan negatif,” tuturnya.
Dia sedih hingga saat ini masih banyak masyarakat yang menyepelekan Covid-19. Dia mengatakan, mungkin masyarakat yang menyepelekan belum merasakan kehilangan akibat Covid-19, dan belum pernah terpapar.