Nanik mencoba menelepon anaknya berkali-kali. Seharusnya saat itu sudah waktunya landing. Nahasnya, pesawat yang ditumpangi sang putri hilang kontak.
MOCH. DIDIN SAPUTRO, Kabupaten, JP Radar Kediri.
“Om, sudah ada kabar dari Fika?” tanya perempuan berkacamata yang saat itu berada di pintu rumah. Om yang dimaksudnya adalah Dwi Agung, paman Rahmania Ekananda. Sedangkan suara yang bertanya itu adalah Nanik Mardiati Zarkasi, ibunda Rahmania, wanita yang menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Nanik masih terlihat syok. Wajahnya kebingungan. Pandangan matanya juga kosong. Ada lebam di sekitar matanya, sisa tangis yang tak kunjung berhenti memikirkan nasib sang anak.
Setelah bertanya itu Nanik duduk di teras rumahnya, di Jalan Yos Sudarso 78A, Desa Tulungrejo Pare. Tangannya menggenggam handphone. Seperti menunggu telepon dari Fika, putrinya yang lain. Saat itu Fika tengah berada di posko pelayanan keluarga korban kecelakaan pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Seketika, Dwi bergegas menemui Nanik. Mengajaknya kembali masuk ke rumah. Pria itu menuntun sang kakak yang berusia 57 tahun itu.
“Masih syok Mas. Kasihan,” ujar Dwi yang memberitahukan bahwa kakaknya dalam kondisi drop setelah mendengar pesawat yang ditumpangi sang anak itu hilang kontak dan masih dalam pencarian.
Rahmania adalah putri sulung dari tiga bersaudara. “Mbak Fika putri kedua dan Mbak Nena putri ketiga. Sekarang (kemarin, Red) mereka sedang ada di posko bandara,” jelas pria 54 tahun tersebut.
Sesekali Dwi tak kuasa menahan air mata yang hendak keluar. Dia menahan dengan kedua tangannya yang menutup muka. Matanya memerah. Dia tak bisa menyembunyikan kesedihan mendalam. Apalagi mengenang sang keponakan. “Orangnya (Rahmania, Red) ramah, grapyak,” ungkapnya.
Memang, sepeninggal ayah Rahmania, H. Zarkasy, Dwi yang menjaga Nanik di rumah Tulungrejo. Dia menceritakan kabar terakhir Nanik menghubungi Rahmania.
“Ibu sempat WA (whatsapp) dan Mbak Nia bilang kalau delay setengah jam. Sedang tunggu pemberangkatan,” jelas Dwi.
Saat itu perkiraannya sampai di Pontianak, tujuan akhirnya, sekitar satu jam kemudian. Hanya saja, ketika dihubungi Nanik, gawai milik Rahmania tidak aktif. “Jam 3 (15.00 WIB, Red) punya fikiran kalau sudah tiba. Di telepon sudah tidak nyambung. Sekali, dua kali, tiga kali tidak bisa. HP cucunya juga tidak bisa,” tambah Dwi.