Bisnis Kebutuhan Dasar Paling Cocok Pasca Pandemi

- Senin, 11 Januari 2021 | 13:10 WIB
ilustrasi
ilustrasi

PERTUMBUHAN ekonomi terus membaik. Perlahan tapi pasti. Terpuruk saat pandemi mulai mewabah di Indonesia, berbagai upaya perbaikan terus dilakukan. Pelaku usaha khususnya, menerapkan mode bertahan. Efisiensi karyawan hingga pemangkasan gaji.

Berdasarkan hasil diskusi berbagai pihak, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Kaltim Tutuk SH Cahyono mengatakan jika sektor bisnis saat ini dipetakan berdasarkan risiko penularan dan dampak ekonominya.

“Harus sejalan antara kesehatan dan ekonomi. Yang paling bagus tentu sektor bisnis yang minim risiko penularan Covid-19 dengan dampak ekonomi tinggi,” ujarnya. Sektor ekonomi prioritas berdasarkan peta tersebut digencarkan.

Hasil peta tersebut berdasarkan aspek tenaga kerja, proporsi produk domestik regional bruto (PDRB) sektoral, hingga keterikatan antar sektor. Di Kaltim, sektor pertanian dan perikanan memiliki risiko penularan rendah dengan dampak ekonomi medium.

Begitu pula sektor pertambangan, industri pengolahan dan konstruksi. Masuk dalam kategori risiko penularan virus medium dengan dampak ekonomi tinggi. Batubara masih jadi sektor andalan Kaltim meski pandemi.

Itu dilihat dari segi ekonomi makro, pada segmen mikro, Yusuf Hadi Muslim memberi pandangannya. Pengusaha yang bergelut di dunia bisnis sejak 2007 ini punya basis usaha di Jakarta, Bandung dan Samarinda.

“Sama seperti 2020, pada tahun ini masih mode bertahan. Enggak buru-buru keluarkan uang karena berisiko besar. Masih ada ketidakpastian dari pandemi,” ujar pria yang karib disapa Iyus itu.

Melihat keadaan dan ketidakpastian, Iyus mulai memahami jika komoditas atau kebutuhan utama adalah hal pasti. Sehingga tentu ada peluang usaha besar di sana jika pandai menangkap. Termasuk kesehatan yang saat ini jadi hal yang banyak diperhitungkan. Seperti masker yang saat ini sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat.

“Sebenarnya ini momentum bagus untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM). Kenapa? Karena saya lihat ada penurunan atau pergeseran market. Mereka yang menengah ke atas, sekarang di kelas menengah, begitu juga yang menengah jadi turun,” bebernya.

Dampak ekonomi memengaruhi keputusan untuk berbelanja. Sederhananya Iyus menyebut seperti orang yang biasanya memperhitungkan barang bermerk terkait gengsi, kini tak terlalu memusingkannya.

Market paling besar, disebutkan Iyus ada di kelas mikro. Perilaku konsumen berubah, adaptasi dari kondisi pandemi. Bagi konsumen, jelas terlihat dari pola perilaku yang memanfaatkan teknologi. Serba online.

Nah masalahnya, pelaku usaha tidak bisa serta merta migrasi dari offline ke online. “Ngomongin online itu ada infrastrukturnya juga. Butuh tim, butuh kemampuan membaca dan mengolah data,” ungkap pria kelahiran 1989 itu.

Sebab strategi pemasaran digital tidak sekadar unggah produk di sosial media. Tapi ada proses yang tidak instan. “Bisa enggak mengolah dan baca data? Butuh waktu. Untuk pengusaha pemula belum ideal, sebab dasar online itu harus memahami dulu bagaimana offline-nya,” papar Iyus.

Perlu dipahami jika ada proses distribusi yang mesti diketahui. Bagaimana jalur distribusi ketika menerapkan sistem online. Sebab momentum pemasaran digital adalah saat ini. Diharapkan bisa benar-benar memahami dan tahu bagaimana seluk-beluknya. Apalagi jika bicara untuk umur bisnis jangka panjang.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X