Dia membeberkan, saat ini okupansi sudah mulai bangkit. Meskipun pada awal Covid-19 okupansi sangat anjlok bahkan secara rata-rata hanya terisi 20 persen, saat ini tingkat hunian kamar sudah lebih baik. Desember menjadi puncak tertinggi okupansi pada 2020. Keterisian kamar hotel pada Desember mencapai 50-53 persen.
“Hal itu menandakan ada optimisme untuk peningkatan pasar. Meskipun kondisi terakhir Jakarta, Jawa, dan Bali kembali melaksanakan pembatasan sosial dan bakal memengaruhi bisnis di Kaltim,” katanya.
Menurutnya, sudah ada beberapa event yang dibatalkan pada beberapa hotel di Kaltim akibat pembatasan sosial yang dilaksanakan di Pulau Jawa. Sebab, mobilitas kota-kota besar ke Kaltim sangat memengaruhi tingkat hunian di Bumi Etam. Namun, pihaknya tetap optimistis pasar akan kembali tumbuh.
Pihaknya berharap masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan. Di perhotelan, pihaknya juga terus berusaha menjalankan protokol kesehatan, salah satunya sertifikasi CHSE tersebut. “Semua harus saling bersinergi untuk tetap menjaga protokol kesehatan, kita optimistis perhotelan bisa bangkit agar ekonomi bisa kembali menggeliat,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Kaltim Sri Wahyuni mengatakan, pihaknya mengapresiasi pengelolaan perhotelan di Kaltim. Pemberian sertifikat CHSE bagi pengelola hotel merupakan salah satu strategi menghadapi masa adaptasi kebiasaan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Sertifikat CHSE diberikan kepada pengelola hotel, setelah mengantongi sertifikat penilaian dari auditor independen (Sucofindo). “Hotel-hotel bersertifikat CHSE ini direkomendasikan untuk kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, exhibition), khususnya meeting dengan protokol kesehatan,” jelasnya Minggu (10/1).